1. PRODUKSI BENIH PADI NON HIBRIDA
Untuk dapat mengelola produksi benih padi bersertifikat terdapat beberapa proses yang harus dilakukan dengan seksama dan teliti.
a. Persyaratan Lahan
Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan, dapat bekas tanaman padi, asalkan varietas yang ditanam sama dengan varietas yang ditanam sebelumnya, Ketinggian lahan disesuaikan dengan daya adaptasi varietas tanaman, umumnya padi beradaptasi di dataran rendah, Lahan relatif subur, Ph 5,4-6, dan memiliki lapisan keras sedalam 30 cm agar sawah tidak lekas kering.
b. Benih Sumber
Benih sumber yang digunakan hendaknya dari kelas yang lebih tinggi. Kebutuhan benih sumber per hektar diperkirakan sebanyak 10 kg benih penjenis untuk menghasilkan benih dasar, 25 kg benih dasar untuk menghasilkan benih pokok; dan 25 kg benih pokok untuk menghasilkan benih sebar. Varietas yang ditanam hendaknya selain disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, memperhatikan pula aspek kecocokan lahan, umur tanaman, dan ketahanan terhadap hama serta penyakit.
c. Penyemaian
Ukuran bedeng pesemaian umumnya 5% dari luas lahan penanaman. Misalnya, lahan penanaman direncanakan seluas satu hektar maka bedengan persemaian yang diperlukan sekitar 500m2.
d. Penyiapan lahan dan penanaman
Penanaman padi menghendaki tanah sawah yang berstruktur lumpur dengan kedalaman sekitar 15-30 cm. untuk memperoleh struktur tanah demikian, lahan beberapa kali direndam dengan air. Kegiatan selanjutnya yaitu pengaturan jarak tanam jarak tanam dibuat 22 cm x 22 cm bila penanaman pada musim kemarau dan 30 cm x 15 cm bila penanaman pada musim hujan. Sebelum ditanam, bibit dipotong kira-kira 20 cm dari pangkal batang. Tujuannya untuk mengurangi penguapan agar bibit tidak lekas layu. Penanaman bibit sebaiknya 2-4 tanaman per rumpun sedalam ± 2-3 cm.
e. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi pemupukan, penyulaman, penyiangan, pengairan, pengendalian hama dan penyakit serta rouging yaitu melakukan penyeragaman dengan cara membuang bagian tanaman yang berbeda.
f. Pemanenan dan perlakuan pasacapanen
Pemanenan padi untuk benih dilakukan setelah pemeriksaan lapangan terakhir dan telah dinyatakan lulus oleh BPSB. Waktu panen ditentukan jika umur berbunga telah mencapai optimal.
g. Perlakuan PascaPanen
Padi yang telah dipanen masih ada beberapa tahap perlakukan agar siap digunakan sebagai benih. Perlakuan tersebut antara lain perontokan, pengeringan, pengolahan, serta penyimpanan. Proses pengolahan benih merupakan proses yang cukup kritis. Jika saat di lahan, orientasi produksi maksimal merupakan tujuan utama, maka pada proses pengolahan benih, orientasi mutu maksimal merupakan prioritasnya. Jika produksi di lapang harus lulus standar lapang maka proses pengolahan benih pun harus lulus standar laboratorium. Benih yang telah kering dan bersih dikemas dalam karung atau kemasan siap salur dan kemudian disimpan di dalam ruang penyimpanan. Ruang penyimpan benih diusahakan mempunyai ventilasi yang baik agar kualitas benih dapat terjaga. Lama penyimpangan benih hendaknya memperhatikan masa berlakunya label benih. Masa berlakunya label benih padi 6 bulan sejak selesainya pengujian dan paling lama 9 bulan setelah tanggal panen. Sebelum disimpan, pada umumnya benih diberi berbagai perlakuan pelapisan benih (seed coating),kemudian benih-benih tersebut akan diuji dengan berbagai peralatan modern.
2. PRODUKSI BENIH PADI HIBRIDA
Pada prinsip rangkaian proses produksi benih padi hibrida sama dengan produksi benih padi bersetifikat. Perbedaan terdapat pada tahapan penyiapan galur induk jantan dan betina yang berasal dari jenis yang berbeda sifat genetiknya. Sebagai contoh adalah jantan mempunyai sifat genetik produksinya tinggi (diatas 5 ton per hektar) sedangkan induk betina mempunyai sifat genetik enak rasanya. Pada umumnya persilangan kedua galur jantan dan betina ini sudah diuji berulang kali melalui penelitian yang panjang. Teknologi produksi benih hibrida sangat berbeda dari varietas non hibrida. Benih hibrida harus diproduksi setiap musim tanam, dan dipertahankan kemurnian genetiknya hingga lebih dari 98% agar dicapai hasil yang memuaskan.
Benih padi hibrida dihasilkan ketika sel telur dari induk betina buahi oleh serbuk sari dari anther varietas yang berbeda atau galur yang digunakan sebagai induk jantan. Hasil persilangan kedua induk tersebut disebut sebagai First Generation atau turunan generasi pertama atau first filial generation dan dikenal dengan istilah (F1) yang merupakan hasil penyilangan antara dua varietas padi yang berbeda secara genetik. Padi hibrida pada umumnya memberi peluang hasil produksi yang lebih tinggi. Menurut IRRI (2006) Benih padi hibrida F1 menghasilkan keuntungannya sekitar 10-15% dibandingkan dengan varietas yang dihasilkan melalui persilangan sendiri.
Penguasaan informasi tentang standar kualitas benih dapat memudahkan pengelolaan proses kegiatan di lapangan budidaya. Sebagai contoh untuk standar kemurnian benih padi hibrida adalah 98%, artinya penangkar benih harus melakukan roguing dengan sangat seksama jangan sampai ada varietas lain yang tumbuh selain 2 varietas induk jantan dan induk betina yang direncanakan untuk disilangkan agar menghasilkan benih padi hibrida. Contoh kedua adalah tentang standar kadar air maksimal 14%. Dengan adanya pengetahuan tentang informasi standar benih padi tersebut, maka penangkar benih akan melakukan kegiatan pengeringan benih sampai dengan kadar airnya ≤14%.
Selasa, 30 Maret 2010
Selasa, 16 Maret 2010
PUPUK BOKASHI SAKKAM (SAPI,KAMBING,KEDELAI,AYAM)
PENDAHULUAN
Dalam dunia pertanian tanah merupakan tempat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Yang berarti segala macam tanaman akan menyerap dan memanfaatkan berbagai unsur yang terkandung dalam tanah dan lingkungannya guna pertumbuhan dan perkembangan sendiri agar dapat berproduksi yang produknya dapat dimanfaatkan manusia.
Dalam menambah kesuburan tanah guna meningkatkan kesuburan tanaman, manusia sering mengambil jalan pintas yakni menggunakan pupuk an organik. Alasan yang menggunakan pupuk an organik adalah karena pupuk an organik mudah terserap oleh tumbuhan dan mudah di aplikasikan sehingga akanmeningkatkan produktivitas tanaman yang dibudidayakan. Namun seiring dengan perjalanan waktu, penggunaan pupuk an organik secara terus-menerus akan berdampak buruk bagi lingkungan sekitarnya, seperti akumulasi zat kimia dalam tanaman sehingga dapat meracuni orang yang mengkonsumsi tanaman tersebut.
Adanya dampak negatif dari penggunaan pupuk anorganik menyebabkan petani sekarang mulai beralih pada pupuk organik. Pupuk organik merupakan pupuk yang bahannya berasal dari bahan organik seperti: tanaman, hewan ataupun limbah organik. Penggunaan pupuk organik membuat tanah menjadi gembur sehingga mudah terjadi sirkulasi udara dan mudah ditembus perakaran tanaman. Selain memperbaiki sifat fisik tanah pupuk organik juga memperbaiki sifat kimia tanah, yaitu dengan membantu proses pelapukan bahan mineral. Bahan organik juga memberikan makanan bagi kehidupan mikrobia dalam tanah.
Bokashi adalah salah satu cara untuk membuat pupuk organik yang mudah dilakukan. Bahan yang dapat dijadikan bokashi dapat diperoleh dengan mudah ditingkat petani seperti kotoran sapi, kotoran kambing, kotoran ayam, sissa-sisa tanaman. Bahan-bahan tersebut tentu saja sangat ramah lingkungan dan tidak akan menimbulkan residu kimia. Oleh sebab itu sudah tiba saatnya untuk memasyarakatkan pertanian yang akrab lingkungan, termasuk penggunaan bokashi sebagai substitusi secara bertahap terhadap penggunaan pupuk anorganik.
TUJUAN
Mengetahui cara pembuatan pupuk bokashi yang efektif, efisien, dan terjangkau oleh para petani
Mengetahui pengaruh pupuk bokashi terhadap perkecambahan tanaman
WAKTU DAN TEMPAT PEMBUATAN
a. Waktu
Pemilihan bahan dilakukan mulai tanggal 15 Oktober 2009.
Pengumpulan bahan dilakukan mulai tanggal 15 Oktober 2009.
Pembuatan pupuk bokashi dilakukan pada tanggal 30 Oktober sampai dengan tanggal 27 Desember 2009.
Uji perkecambahan dilakukan mulai tanggal 28 Desember 2009.
Pengemasan dilakukan pada tanggal 10 Januari 2010.
b. Tempat
Tempat pemilihan bahan, pembuatan pupuk bokashi, uji perkecambahan, dan pengemasan dilakukan di Desa Penggaron, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang. Pemilihan tempat tersebut dikarenakan bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan pupuk bokashi tersedia dalam jumlah yang cukup.
BAHAN
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan pupuk bokashi antara lain:
1. Kotoran ternak sebanyak 70% (bahan utama), berupa kotoran ayam (30%), kotoran kambing (20%) dan kotoran sapi (20%).
2. sisa tanaman kedelai sebanyak 30% (bahan pembantu).
3. Abu dapur (bahan pelengkap)
4. EM-4 (Effektive mikroorganisme)
5. Tetes ternak
6. Air, untuk melarutkan EM-4 dan tetes ternak
Pemilihan bahan baku pupuk bokashi ini dengan menggunakan kotoran ternak karena di di dalam kotoran ternak tersebut mengandung lebih dari satu macam unsur hara. Sedangkan pemilihan macam kotoran ternaknya didasarkan atas hal berikut:
a. Kotoran ayam memiliki kandungan N 1,63%; P₂O5 1,54%; dan K2O 0,85%
b. Kotoran kambing memiliki kandungan N 0,95%; P₂O5 0,50%; dan K2O 0,45 %
c. Kotoran sapi memiliki kandungan N 0,40%; P₂O5 0,20%; dan K2O 0,10%
Adapun pemilihan bahan sisa tanaman kedelai karena tanaman kedelai termasuk jenis tanaman leguminoseae yang mana tanaman leguminoseae mengandung unsur N yang lebih tinggi dibandingkan tanaman non legum. Sehingga penambahan sisa tanaman kedelai bertujuan menambah kandungan unsur N dalam pupuk bokashi.
Penambahan abu dapur karena abu tersebut merupakan sisa pembakaran yang telah kehilangan unsur C,H,O, N dan S yang menguap di udara dan meninggalkan unsur kalium.
EM-4 terdiri dari 95% lactobacillus yang berfungsi menguraikan bahan organik tanpa menimbulkan panas tinggi karena mikroorganisme anaerob bekerja dengan kekuatan enzim.
METODE
a. Membuat larutan EM-4 dengan melarutkan 3 tutup botol EM-4 dan tetes ternak ke dalam air.
b. Mencampurkan bahan utama, bahan pembantu, dan bahan pelengkap sesuai dengan takaran masing-masing. Campuran bahan-bahan tersebut diaduk sampai merata
c. Menyiramkan larutan EM-4 secara perlahan secara merata ke dalam campuran bahan. Dilakukan hingga kandungan air di adonan mencapai 30 – 40 %. Tandanya, apabila campuran dikepal, air tidak keluar dan apabila kepalan dibuka, adonan tidak buyar.
d. Adonan kemudian dimasukkan ke dalam wadah besar kemudian ditutup dan diperam untuk proses fermentasi.
e. Agar suhu adonan tidak terlalu panas akibat fermentasi yang terjadi, adonan diaduk setiap hari hingga suhu dapat dipertahankan pada kisaran 45 – 50 º C.
f. Setelah semua bahan terdekomposisi secara sempurna, pupuk bokashi siap digunakan.
Pencampuran bahan-bahan secara merata akan mempermudah dalam dekomposisi, dan tidak akan ada penumpukan unsur hara tertentu dalam satu bagian pupuk sehingga semua bagian pupuk akan memiliki kandungan unsur hara yang merata. Penyiraman larutan EM-4 ke dalam campuran bahan juga harus merata agar mikroorganisme dalam larutan EM-4 bisa tersebar ke seluruh bagian pupuk yang mana akan mempercepat dekomposisi. Suhu dijaga antara 40-50º C, karena apabila melebihi dari suhu tersebut aktivitas mikroorganisme akan terganggu sehingga dekomposisi pupuk akan lebih lambat.
HASIL
Kegiatan yang telah dilakukan antara lain pemilihan bahan baku pupuk yakni kotoran ayam, kotoran kambing, kotoran sapi, dan sisa tanaman kedelai. Pemilihan bahan ini dikarenakan bahan mudah di dapat khususnya di Desa Penggaron, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang karena mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani sekaligus pemelihara hewan ternak walaupun hanya dalam skala kecil. Sedangkan pemilihan bahan kedelai, karena di tempat tersebut sedang musim panen kedelai sehingga ketersediaan bahan sisa tanaman kedelai melimpah.
Setelah semua bahan diperoleh, untuk bahan kotoran ternak dikeringkan terlebih dahulu. Lama pengeringan tergantung dari kadar cairan dalam masing-masing kotoran ternak.
Pembuatan pupuk dilaksanakan setelah semua bahan kotoran kering dan bahan-bahan lain terkumpul. Pembuatan pupuk bokashi dilakukan dengan cara mencampurkan semua bahan-bahan secara merata, setelah itu menyiramkan larutan EM-4 ke dalam campuran tersebut. Kemudian campuran dimasukkan ke dalam wadah besar tertutup untuk proses fermentasi. Selama proses fermentasi, suhu dipertahankan antara 40-50º C karena apabila melebihi dari suhu tersebut aktivitas mikroorganisme akan terganggu sehingga dekomposisi pupuk akan lebih lambat. Selama proses pemeraman pupuk bokashi ini memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan, setelah itu pupuk bokashi baru bisa dipanen. Padahal di literatur-literatur yang ada menyebutkan bahwa pupuk bokashi sudah dapat dipanen 1-2 minggu setelah pembuatannya. Lamanya proses pemeraman ini disebabkan bahan-bahan yang digunakan yaitu kotoran ayam, kotoran kambing, kotoran sapi, dan sisa kedelai masih kasar, sehingga untuk mendekomposisikannya memerlukan waktu yang lebih lama. Penggunaan bahan-bahan kasar ini terjadi karena pada saat pencampuran yang ada, bahan-bahan tersebut lupa untuk diayak.
Setelah semua bahan-bahan terdekomposisi dengan baik, walau masih ada yang sedikit kasar, pupuk dikeluarkan dari tempat pemeraman dan kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik. Pupuk yang sudah matang tersebut mengeluarkan aroma khas fermentasi dan terdapat beberapa organisme yang ada di dalamnya. Organisme tersebut berupa belatung kecil, serangga kecil dan lain sebagainya. Untuk menghilangkan organisme tersebut, pupuk bokashi dikering-udarakan dan diayak sampai jumlah organisme tersebut menjadi lebih sedikit.
Setelah pupuk bokashi matang dan telah diayak, kemudian dilakukan uji perkecambahan yang bertujuan untuk mengetahui kualitas pupuk bokashi yang sudah dibuat tersebut. Pada laporan sebelumnya kami mencantumkan bahwa yang menjadi bahan uji adalah kacang hijau. Namun penggunaan bahan uji kacang hijau tidak kami lakukan dan kami menggantinya dengan jagung. Hal ini dikarenakan jagung merupakan tanaman indikator yang baik. Metode yang akan diterapkan adalah ada empat macam perlakuan, yaitu A (jagung ditanam di media tanah), B (jagung ditanam di media tanam dengan komposisi ¼ bagian pupuk bokashi dan ¾ bagian tanah), C (jagung ditanam di media tanam dengan komposisi 1/3 bagian pupuk bokashi dan 2/3 bagian tanah), yang terakhir D (jagung ditanam di media tanam dengan komposisi ½ pupuk bokashi dan ½ tanah). Parameter pengamatan yang dipakai dalam perkecambahan jagung adalah tinggi tanaman dan jumlah daun. Hasil dari uji perkecambahan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Data uji perkecambahan tanaman jagung
Hari ke- Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun
A B C D A B C D
1 0 0 0 0 0 0 0 0
2 1,2 0,8 0 1 1 0 0 0
3 2,6 1,5 0,2 1,8 1 1 0 1
4 5,2 3,4 0,2 3,9 1 1 0 1
5 8,5 5,8 0,4 6,1 2 1 0 2
6 13,2 7,8 2 8 3 2 0 2
7 14,4 13 3,5 14,8 3 2 1 3
8 15,2 15.2 4 18 3 3 2 3
9 16,5 18,1 4,5 20,5 4 3 2 3
10 17,3 20 4,6 22,5 4 4 2 4
11 18,4 22,2 4,8 23,9 4 4 2 4
12 20 23,9 4,8 24,7 5 4 2 4
13 21,9 24,4 4,9 25.9 5 5 2 5
14 23,8 25,5 4,9 27 5 5 2 5
Keterangan
Perlakuan A : media tanah
Perlakuan B : media tanam dengan komposisi ¼ pupuk bokashi dan ¾ tanah
Perlakuan C : media tanam dengan komposisi 1/3 pupuk bokashi dan 2/3 tanah
Perlakuan D : media tanam dengan komposisi ½ pupuk bokashi dan ½ tanah
a. Parameter tinggi tanaman
Hasil dari uji perkecambahan menunjukkan bahwa pertumbuhan awal tanaman jagung pada perlakuan A mengalami perkembangan yang pesat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Namun setelah melewati hari ke-6, perkembangan tanaman jagung pada perlakuan A berjalan lambat.
Pertumbuhan tanaman jagung pada perlakuan B menunjukkan pada awal masa pertumbuhan berlangsung lebih lambat dibanding dengan perlakuan A, namun setelah melewati hari ke-9 pertumbuhan tanaman jagung perlakuan B berlangsung pesat, dan pada hari ke-14, tanaman jagung perlakuan B lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A.
Tanaman jagung pada perlakuan C menunjukkan respon pertumbuhan yang paling lambat. Hingga hari ke-14, tinggi tanaman jagung pada perlakuan C hanya 4,9 cm, padahal tanaman jagung pada perlakuan lainnya memiliki tinggi yang di atas 20 cm. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh benih yang digunakan terinfeksi oleh penyakit kerdil sehingga pertumbuhannya terhambat.
Pertumbuhan tanaman jagung pada perlakuan D menunjukkan pada awal masa pertumbuhan berlangsung lebih lambat dibanding dengan perlakuan A, namun setelah melewati hari ke-7 pertumbuhan tanaman jagung perlakuan D berlangsung pesat, dan pada hari ke-14, tanaman jagung perlakuan D lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.
b. Parameter jumlah daun
Dalam parameter jumlah daun menunjukkan bahwa kemunculan daun tanaman jagung pada perlakuan A selalu lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sedangkan respon kemunculan daun paling lambat ditemukan pada perlakuan C. Dua perlakuan lainnya yaitu B dan D menunjukkan respon kemunculan daun selaras dengan tinggi tanamannya.
Secara umum, hasil uji perkecambahan menunjukkan bahwa respon pertumbuhan tanaman jagung terhadap pemberian pupuk bokashi cukup tinggi. Hal ini dibuktikan pada tanaman jagung perlakuan D yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Penggunaan bokashi dapat menambah kandungan humus tanah, menaikkan jumlah hara tanah yang diambil oleh tanaman, dan memperbaiki sifat fisik kimia dan biologi tanah. Apabila tanah sebagai media tumbuh tanaman subur maka dapat dihasilkan tanaman yang tumbuh dengan baik dan mencapai tingkat produksi yang tinggi. Hal ini diperkuat oleh Soegiman (1982) bahwa suatu tanaman akan tumbuh dan mencapai tingkat produksi tinggi apabila unsur hara yang dibutuhkan tanaman berada dalam keadaan cukup tersedia dan berimbang di dalam tanah dan unsur N, P, K yang merupakan tiga unsur dari enam unsur hara makro yang mutlak diperlukan oleh tanaman. bila salah satu unsur tersebut kurang atau tidak tersedia dalam tanah, akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Lebih lanjut diutarakan oleh Sutedjo (1992), bahwa pertumbuhan dan perkembangan suatu jenis tanaman selain ditentukan oleh ketersediaan unsur hara yang tersedia dalam tanah, kebutuhan akan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman harus tersedia dalam keadaan berimbang dalam tanah.
Sarief (1989) menjelaskan bahwa pertumbuhan awal tanaman akan membutuhkan jumlah unsur hara yang banyak, hal ini seiring dengan pendapat Setyati (1988) bahwa dengan tersedianya unsur hara dalam jumlah yang cukup dan seimbang untuk proses pertumbuhan tanaman, proses pembelahan, proses fotosintesis, dan proses pemanjangan sel akan berlangsung cepat yang mengakibatkan beberapa organ tanaman tumbuh cepat terutama pada fase vegetatif.
Setelah dilakukan uji perkecambahan, tahapan yang terakhir adalah pengemasan pupuk dalam kantong kemasan. Pupuk yang sudah matang langsung dimasukkan ke dalam kantong kemasan 5 kg yang sudah diberi label dan dilakukan penimbangan sampai mencapai berat 5 kg. Setelah itu pupuk dikemas dengan baik dan siap untuk dipergunakan.
Keunggulan dari pupuk bokashi Sakkam antara lain:
1. Mengandung berbagai unsur hara lengkap Makro dan mikro, seperti : Nitrogen (N), Fospor (P₂O₅), Kalium (K₂O), Kalsium (Ca), Zat Besi (Fe), Seng (Zn), Molibdenum (Mo), Boron (B), Magnesium (Mg), Humus, dan lain-lain
2. Memperbaiki struktur tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman terutama pengelolaan bahan organik dan meningkatkan kehidupan biologi tanah.
3. Menghemat dalam pemberian air karena bokashi mampu menyimpan air lebih baik dibandingkan tanah biasa.
4. Mengurangi kehilangan hasil tani akibat hama dan penyakit dengan melaksanakan usaha pencegahan melalui perlakuan yang baik .
Aturan pemakaian:
a. Cara penggunaan secara umum :
1. 3-4 genggam bokashi (150-200 gram) untuk setiap meter persegi tanah disebar secara merata di atas permukaan tanah. Pada tanah yang kurang subur dapat diberikan lebih.
2. Untuk mencampurkan bokashi ke dalam tanah, tanah perlu dicangkul/bajak.
3. Pada tanah sawah pemberian bokashi dilakukan sebelum pembajakan tanah.
4. Bokashi dapat memberikan hasil apabila disebar 2-3 minggu sebelum tanam. Karena bokashi itu sendiri memerlukan waktu untuk mengurai unsur hara yang dilakukan bakteri yang menguntungkan dalam tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah.
b. Cara penggunaan secara khusus :
1. Bokashi baik dipakai untuk pembibitan/ menanam bibit yang masih kecil.
2. Bokashi dapat digunakan untuk campuran media tanam bagi tanaman hias.
KESIMPULAN
Bokashi adalah salah satu cara untuk membuat pupuk organik yang mudah dilakukan. Pembuatan pupuk bokashi dilakukan dengan cara mencampurkan semua bahan-bahan seperti kotoran sapi, kambing, dan ayam serta sisa tanaman kedelai secara merata, setelah itu menyiramkan larutan EM-4 ke dalam campuran tersebut. Kemudian campuran dimasukkan ke dalam wadah besar tertutup untuk proses fermentasi. Selama proses fermentasi, suhu dipertahankan antara 40-50º C karena apabila melebihi dari suhu tersebut aktivitas mikroorganisme akan terganggu sehingga dekomposisi pupuk akan lebih lambat. Setelah semua bahan terdekomposisi, pupuk bokashi dapat dipanen.
Dalam proses pembuatan pupuk bokashi sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang tidak kasar atau sudah agak halus agar proses dekomposisi berlangsung lebih cepat.
Secara umum, hasil uji perkecambahan menunjukkan bahwa respon pertumbuhan tanaman jagung terhadap pemberian pupuk bokashi cukup tinggi. Hal ini dibuktikan oleh tanaman jagung yang ditanam pada media ½ bagian bokashi dan ½ bagian tanah menunjukkan pertumbuhan yang optimal.
PENDAHULUAN
Dalam dunia pertanian tanah merupakan tempat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Yang berarti segala macam tanaman akan menyerap dan memanfaatkan berbagai unsur yang terkandung dalam tanah dan lingkungannya guna pertumbuhan dan perkembangan sendiri agar dapat berproduksi yang produknya dapat dimanfaatkan manusia.
Dalam menambah kesuburan tanah guna meningkatkan kesuburan tanaman, manusia sering mengambil jalan pintas yakni menggunakan pupuk an organik. Alasan yang menggunakan pupuk an organik adalah karena pupuk an organik mudah terserap oleh tumbuhan dan mudah di aplikasikan sehingga akanmeningkatkan produktivitas tanaman yang dibudidayakan. Namun seiring dengan perjalanan waktu, penggunaan pupuk an organik secara terus-menerus akan berdampak buruk bagi lingkungan sekitarnya, seperti akumulasi zat kimia dalam tanaman sehingga dapat meracuni orang yang mengkonsumsi tanaman tersebut.
Adanya dampak negatif dari penggunaan pupuk anorganik menyebabkan petani sekarang mulai beralih pada pupuk organik. Pupuk organik merupakan pupuk yang bahannya berasal dari bahan organik seperti: tanaman, hewan ataupun limbah organik. Penggunaan pupuk organik membuat tanah menjadi gembur sehingga mudah terjadi sirkulasi udara dan mudah ditembus perakaran tanaman. Selain memperbaiki sifat fisik tanah pupuk organik juga memperbaiki sifat kimia tanah, yaitu dengan membantu proses pelapukan bahan mineral. Bahan organik juga memberikan makanan bagi kehidupan mikrobia dalam tanah.
Bokashi adalah salah satu cara untuk membuat pupuk organik yang mudah dilakukan. Bahan yang dapat dijadikan bokashi dapat diperoleh dengan mudah ditingkat petani seperti kotoran sapi, kotoran kambing, kotoran ayam, sissa-sisa tanaman. Bahan-bahan tersebut tentu saja sangat ramah lingkungan dan tidak akan menimbulkan residu kimia. Oleh sebab itu sudah tiba saatnya untuk memasyarakatkan pertanian yang akrab lingkungan, termasuk penggunaan bokashi sebagai substitusi secara bertahap terhadap penggunaan pupuk anorganik.
TUJUAN
Mengetahui cara pembuatan pupuk bokashi yang efektif, efisien, dan terjangkau oleh para petani
Mengetahui pengaruh pupuk bokashi terhadap perkecambahan tanaman
WAKTU DAN TEMPAT PEMBUATAN
a. Waktu
Pemilihan bahan dilakukan mulai tanggal 15 Oktober 2009.
Pengumpulan bahan dilakukan mulai tanggal 15 Oktober 2009.
Pembuatan pupuk bokashi dilakukan pada tanggal 30 Oktober sampai dengan tanggal 27 Desember 2009.
Uji perkecambahan dilakukan mulai tanggal 28 Desember 2009.
Pengemasan dilakukan pada tanggal 10 Januari 2010.
b. Tempat
Tempat pemilihan bahan, pembuatan pupuk bokashi, uji perkecambahan, dan pengemasan dilakukan di Desa Penggaron, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang. Pemilihan tempat tersebut dikarenakan bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan pupuk bokashi tersedia dalam jumlah yang cukup.
BAHAN
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan pupuk bokashi antara lain:
1. Kotoran ternak sebanyak 70% (bahan utama), berupa kotoran ayam (30%), kotoran kambing (20%) dan kotoran sapi (20%).
2. sisa tanaman kedelai sebanyak 30% (bahan pembantu).
3. Abu dapur (bahan pelengkap)
4. EM-4 (Effektive mikroorganisme)
5. Tetes ternak
6. Air, untuk melarutkan EM-4 dan tetes ternak
Pemilihan bahan baku pupuk bokashi ini dengan menggunakan kotoran ternak karena di di dalam kotoran ternak tersebut mengandung lebih dari satu macam unsur hara. Sedangkan pemilihan macam kotoran ternaknya didasarkan atas hal berikut:
a. Kotoran ayam memiliki kandungan N 1,63%; P₂O5 1,54%; dan K2O 0,85%
b. Kotoran kambing memiliki kandungan N 0,95%; P₂O5 0,50%; dan K2O 0,45 %
c. Kotoran sapi memiliki kandungan N 0,40%; P₂O5 0,20%; dan K2O 0,10%
Adapun pemilihan bahan sisa tanaman kedelai karena tanaman kedelai termasuk jenis tanaman leguminoseae yang mana tanaman leguminoseae mengandung unsur N yang lebih tinggi dibandingkan tanaman non legum. Sehingga penambahan sisa tanaman kedelai bertujuan menambah kandungan unsur N dalam pupuk bokashi.
Penambahan abu dapur karena abu tersebut merupakan sisa pembakaran yang telah kehilangan unsur C,H,O, N dan S yang menguap di udara dan meninggalkan unsur kalium.
EM-4 terdiri dari 95% lactobacillus yang berfungsi menguraikan bahan organik tanpa menimbulkan panas tinggi karena mikroorganisme anaerob bekerja dengan kekuatan enzim.
METODE
a. Membuat larutan EM-4 dengan melarutkan 3 tutup botol EM-4 dan tetes ternak ke dalam air.
b. Mencampurkan bahan utama, bahan pembantu, dan bahan pelengkap sesuai dengan takaran masing-masing. Campuran bahan-bahan tersebut diaduk sampai merata
c. Menyiramkan larutan EM-4 secara perlahan secara merata ke dalam campuran bahan. Dilakukan hingga kandungan air di adonan mencapai 30 – 40 %. Tandanya, apabila campuran dikepal, air tidak keluar dan apabila kepalan dibuka, adonan tidak buyar.
d. Adonan kemudian dimasukkan ke dalam wadah besar kemudian ditutup dan diperam untuk proses fermentasi.
e. Agar suhu adonan tidak terlalu panas akibat fermentasi yang terjadi, adonan diaduk setiap hari hingga suhu dapat dipertahankan pada kisaran 45 – 50 º C.
f. Setelah semua bahan terdekomposisi secara sempurna, pupuk bokashi siap digunakan.
Pencampuran bahan-bahan secara merata akan mempermudah dalam dekomposisi, dan tidak akan ada penumpukan unsur hara tertentu dalam satu bagian pupuk sehingga semua bagian pupuk akan memiliki kandungan unsur hara yang merata. Penyiraman larutan EM-4 ke dalam campuran bahan juga harus merata agar mikroorganisme dalam larutan EM-4 bisa tersebar ke seluruh bagian pupuk yang mana akan mempercepat dekomposisi. Suhu dijaga antara 40-50º C, karena apabila melebihi dari suhu tersebut aktivitas mikroorganisme akan terganggu sehingga dekomposisi pupuk akan lebih lambat.
HASIL
Kegiatan yang telah dilakukan antara lain pemilihan bahan baku pupuk yakni kotoran ayam, kotoran kambing, kotoran sapi, dan sisa tanaman kedelai. Pemilihan bahan ini dikarenakan bahan mudah di dapat khususnya di Desa Penggaron, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang karena mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani sekaligus pemelihara hewan ternak walaupun hanya dalam skala kecil. Sedangkan pemilihan bahan kedelai, karena di tempat tersebut sedang musim panen kedelai sehingga ketersediaan bahan sisa tanaman kedelai melimpah.
Setelah semua bahan diperoleh, untuk bahan kotoran ternak dikeringkan terlebih dahulu. Lama pengeringan tergantung dari kadar cairan dalam masing-masing kotoran ternak.
Pembuatan pupuk dilaksanakan setelah semua bahan kotoran kering dan bahan-bahan lain terkumpul. Pembuatan pupuk bokashi dilakukan dengan cara mencampurkan semua bahan-bahan secara merata, setelah itu menyiramkan larutan EM-4 ke dalam campuran tersebut. Kemudian campuran dimasukkan ke dalam wadah besar tertutup untuk proses fermentasi. Selama proses fermentasi, suhu dipertahankan antara 40-50º C karena apabila melebihi dari suhu tersebut aktivitas mikroorganisme akan terganggu sehingga dekomposisi pupuk akan lebih lambat. Selama proses pemeraman pupuk bokashi ini memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan, setelah itu pupuk bokashi baru bisa dipanen. Padahal di literatur-literatur yang ada menyebutkan bahwa pupuk bokashi sudah dapat dipanen 1-2 minggu setelah pembuatannya. Lamanya proses pemeraman ini disebabkan bahan-bahan yang digunakan yaitu kotoran ayam, kotoran kambing, kotoran sapi, dan sisa kedelai masih kasar, sehingga untuk mendekomposisikannya memerlukan waktu yang lebih lama. Penggunaan bahan-bahan kasar ini terjadi karena pada saat pencampuran yang ada, bahan-bahan tersebut lupa untuk diayak.
Setelah semua bahan-bahan terdekomposisi dengan baik, walau masih ada yang sedikit kasar, pupuk dikeluarkan dari tempat pemeraman dan kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik. Pupuk yang sudah matang tersebut mengeluarkan aroma khas fermentasi dan terdapat beberapa organisme yang ada di dalamnya. Organisme tersebut berupa belatung kecil, serangga kecil dan lain sebagainya. Untuk menghilangkan organisme tersebut, pupuk bokashi dikering-udarakan dan diayak sampai jumlah organisme tersebut menjadi lebih sedikit.
Setelah pupuk bokashi matang dan telah diayak, kemudian dilakukan uji perkecambahan yang bertujuan untuk mengetahui kualitas pupuk bokashi yang sudah dibuat tersebut. Pada laporan sebelumnya kami mencantumkan bahwa yang menjadi bahan uji adalah kacang hijau. Namun penggunaan bahan uji kacang hijau tidak kami lakukan dan kami menggantinya dengan jagung. Hal ini dikarenakan jagung merupakan tanaman indikator yang baik. Metode yang akan diterapkan adalah ada empat macam perlakuan, yaitu A (jagung ditanam di media tanah), B (jagung ditanam di media tanam dengan komposisi ¼ bagian pupuk bokashi dan ¾ bagian tanah), C (jagung ditanam di media tanam dengan komposisi 1/3 bagian pupuk bokashi dan 2/3 bagian tanah), yang terakhir D (jagung ditanam di media tanam dengan komposisi ½ pupuk bokashi dan ½ tanah). Parameter pengamatan yang dipakai dalam perkecambahan jagung adalah tinggi tanaman dan jumlah daun. Hasil dari uji perkecambahan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Data uji perkecambahan tanaman jagung
Hari ke- Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun
A B C D A B C D
1 0 0 0 0 0 0 0 0
2 1,2 0,8 0 1 1 0 0 0
3 2,6 1,5 0,2 1,8 1 1 0 1
4 5,2 3,4 0,2 3,9 1 1 0 1
5 8,5 5,8 0,4 6,1 2 1 0 2
6 13,2 7,8 2 8 3 2 0 2
7 14,4 13 3,5 14,8 3 2 1 3
8 15,2 15.2 4 18 3 3 2 3
9 16,5 18,1 4,5 20,5 4 3 2 3
10 17,3 20 4,6 22,5 4 4 2 4
11 18,4 22,2 4,8 23,9 4 4 2 4
12 20 23,9 4,8 24,7 5 4 2 4
13 21,9 24,4 4,9 25.9 5 5 2 5
14 23,8 25,5 4,9 27 5 5 2 5
Keterangan
Perlakuan A : media tanah
Perlakuan B : media tanam dengan komposisi ¼ pupuk bokashi dan ¾ tanah
Perlakuan C : media tanam dengan komposisi 1/3 pupuk bokashi dan 2/3 tanah
Perlakuan D : media tanam dengan komposisi ½ pupuk bokashi dan ½ tanah
a. Parameter tinggi tanaman
Hasil dari uji perkecambahan menunjukkan bahwa pertumbuhan awal tanaman jagung pada perlakuan A mengalami perkembangan yang pesat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Namun setelah melewati hari ke-6, perkembangan tanaman jagung pada perlakuan A berjalan lambat.
Pertumbuhan tanaman jagung pada perlakuan B menunjukkan pada awal masa pertumbuhan berlangsung lebih lambat dibanding dengan perlakuan A, namun setelah melewati hari ke-9 pertumbuhan tanaman jagung perlakuan B berlangsung pesat, dan pada hari ke-14, tanaman jagung perlakuan B lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A.
Tanaman jagung pada perlakuan C menunjukkan respon pertumbuhan yang paling lambat. Hingga hari ke-14, tinggi tanaman jagung pada perlakuan C hanya 4,9 cm, padahal tanaman jagung pada perlakuan lainnya memiliki tinggi yang di atas 20 cm. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh benih yang digunakan terinfeksi oleh penyakit kerdil sehingga pertumbuhannya terhambat.
Pertumbuhan tanaman jagung pada perlakuan D menunjukkan pada awal masa pertumbuhan berlangsung lebih lambat dibanding dengan perlakuan A, namun setelah melewati hari ke-7 pertumbuhan tanaman jagung perlakuan D berlangsung pesat, dan pada hari ke-14, tanaman jagung perlakuan D lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.
b. Parameter jumlah daun
Dalam parameter jumlah daun menunjukkan bahwa kemunculan daun tanaman jagung pada perlakuan A selalu lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sedangkan respon kemunculan daun paling lambat ditemukan pada perlakuan C. Dua perlakuan lainnya yaitu B dan D menunjukkan respon kemunculan daun selaras dengan tinggi tanamannya.
Secara umum, hasil uji perkecambahan menunjukkan bahwa respon pertumbuhan tanaman jagung terhadap pemberian pupuk bokashi cukup tinggi. Hal ini dibuktikan pada tanaman jagung perlakuan D yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Penggunaan bokashi dapat menambah kandungan humus tanah, menaikkan jumlah hara tanah yang diambil oleh tanaman, dan memperbaiki sifat fisik kimia dan biologi tanah. Apabila tanah sebagai media tumbuh tanaman subur maka dapat dihasilkan tanaman yang tumbuh dengan baik dan mencapai tingkat produksi yang tinggi. Hal ini diperkuat oleh Soegiman (1982) bahwa suatu tanaman akan tumbuh dan mencapai tingkat produksi tinggi apabila unsur hara yang dibutuhkan tanaman berada dalam keadaan cukup tersedia dan berimbang di dalam tanah dan unsur N, P, K yang merupakan tiga unsur dari enam unsur hara makro yang mutlak diperlukan oleh tanaman. bila salah satu unsur tersebut kurang atau tidak tersedia dalam tanah, akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Lebih lanjut diutarakan oleh Sutedjo (1992), bahwa pertumbuhan dan perkembangan suatu jenis tanaman selain ditentukan oleh ketersediaan unsur hara yang tersedia dalam tanah, kebutuhan akan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman harus tersedia dalam keadaan berimbang dalam tanah.
Sarief (1989) menjelaskan bahwa pertumbuhan awal tanaman akan membutuhkan jumlah unsur hara yang banyak, hal ini seiring dengan pendapat Setyati (1988) bahwa dengan tersedianya unsur hara dalam jumlah yang cukup dan seimbang untuk proses pertumbuhan tanaman, proses pembelahan, proses fotosintesis, dan proses pemanjangan sel akan berlangsung cepat yang mengakibatkan beberapa organ tanaman tumbuh cepat terutama pada fase vegetatif.
Setelah dilakukan uji perkecambahan, tahapan yang terakhir adalah pengemasan pupuk dalam kantong kemasan. Pupuk yang sudah matang langsung dimasukkan ke dalam kantong kemasan 5 kg yang sudah diberi label dan dilakukan penimbangan sampai mencapai berat 5 kg. Setelah itu pupuk dikemas dengan baik dan siap untuk dipergunakan.
Keunggulan dari pupuk bokashi Sakkam antara lain:
1. Mengandung berbagai unsur hara lengkap Makro dan mikro, seperti : Nitrogen (N), Fospor (P₂O₅), Kalium (K₂O), Kalsium (Ca), Zat Besi (Fe), Seng (Zn), Molibdenum (Mo), Boron (B), Magnesium (Mg), Humus, dan lain-lain
2. Memperbaiki struktur tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman terutama pengelolaan bahan organik dan meningkatkan kehidupan biologi tanah.
3. Menghemat dalam pemberian air karena bokashi mampu menyimpan air lebih baik dibandingkan tanah biasa.
4. Mengurangi kehilangan hasil tani akibat hama dan penyakit dengan melaksanakan usaha pencegahan melalui perlakuan yang baik .
Aturan pemakaian:
a. Cara penggunaan secara umum :
1. 3-4 genggam bokashi (150-200 gram) untuk setiap meter persegi tanah disebar secara merata di atas permukaan tanah. Pada tanah yang kurang subur dapat diberikan lebih.
2. Untuk mencampurkan bokashi ke dalam tanah, tanah perlu dicangkul/bajak.
3. Pada tanah sawah pemberian bokashi dilakukan sebelum pembajakan tanah.
4. Bokashi dapat memberikan hasil apabila disebar 2-3 minggu sebelum tanam. Karena bokashi itu sendiri memerlukan waktu untuk mengurai unsur hara yang dilakukan bakteri yang menguntungkan dalam tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah.
b. Cara penggunaan secara khusus :
1. Bokashi baik dipakai untuk pembibitan/ menanam bibit yang masih kecil.
2. Bokashi dapat digunakan untuk campuran media tanam bagi tanaman hias.
KESIMPULAN
Bokashi adalah salah satu cara untuk membuat pupuk organik yang mudah dilakukan. Pembuatan pupuk bokashi dilakukan dengan cara mencampurkan semua bahan-bahan seperti kotoran sapi, kambing, dan ayam serta sisa tanaman kedelai secara merata, setelah itu menyiramkan larutan EM-4 ke dalam campuran tersebut. Kemudian campuran dimasukkan ke dalam wadah besar tertutup untuk proses fermentasi. Selama proses fermentasi, suhu dipertahankan antara 40-50º C karena apabila melebihi dari suhu tersebut aktivitas mikroorganisme akan terganggu sehingga dekomposisi pupuk akan lebih lambat. Setelah semua bahan terdekomposisi, pupuk bokashi dapat dipanen.
Dalam proses pembuatan pupuk bokashi sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang tidak kasar atau sudah agak halus agar proses dekomposisi berlangsung lebih cepat.
Secara umum, hasil uji perkecambahan menunjukkan bahwa respon pertumbuhan tanaman jagung terhadap pemberian pupuk bokashi cukup tinggi. Hal ini dibuktikan oleh tanaman jagung yang ditanam pada media ½ bagian bokashi dan ½ bagian tanah menunjukkan pertumbuhan yang optimal.
MAKALAH EPIDEMOLOGI DAN PERAMALAN HPT VIRUS GEMINI PADA CABAI VARIASI GEJALA DAN STUDI CARA PENULARAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Virus Gemini
Tanaman cabai di Indonesia sebagian besar terserang penyakit yang disebabkan oleh virus Gemini. Sampai saat ini penyakit tersebut dikenal dengan beberapa nama antara lain penyakit kuning dan penyakit bulai. Virus Gemini merupakan golongan virus tumbuhan yang unik karena memiliki morfologi partikel yang berbeda dengan golongan virus tumbuhan lainnya. Virus Gemini merupakan kelompok virus yang memiliki asam nukleat deoksiribosa nukleat acid (DNA) dalam bentuk utas tunggal (single stranded-ssDNA).
2.2 Cara Penyebaran Virus Gemini
Virus Gemini ditularkan hanya oleh vektor yaitu vektor kutu kebul (B. tabaci). Kutu kebul pertama kali diidentifikasi pada tahun 1897 di Amerika Serikat pada tanaman kentang dengan nama asli Aleyrodes inconspicua yang merupakan hama utama pada tanaman di rumah kaca pada tanaman tomat, cabai, kedelai, dan tanaman lainnya. Virus Gemini ini sangat erat hubungnnya dengan vektor kutu kebul. Semakin tinggi populasi kutu kebul maka semakin tinggi pula virus Gemini yang ditimbulkan. Perkembangan virus ini dipengaruhi oleh iklim baik secara langsung maupun tidak langsung. Iklim tersebut meliputi temperatur, kelembaban udara relatif dan curah hujan berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, keperidian, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga. Sebagai contoh, hama kutu kebul mempunyai suhu optimum 32,5 oC untuk pertumbuhan populasinya. Namun demikian, terdapat perbedaan di suatu lokasi besaran pengaruh lingkungan tersebut terhadap vektor.
Kutu kebul dapat menularkan Gemini virus secara persisten (tetap ; yaitu sekali makan pada tanaman yang mengandung virus, selamanya sampai mati dapat menularkan) . Dengan penjelasan Kutu kebul tersebut menghisap tanaman cabai yang sudah terkena virus kuning kemudian hinggap pada tanaman cabai yang masih sehat dan kemudian mengeluarkan lendir yang masih mengidap virus kuning, kemudian virus tersebut menyebar didalam tubuh tanaman yang bersamaan dengan cairan yang ada didalam tubuh tanaman tersebut. Jadi virus tersebut yang berbentuk Gen yang dapat merusak jaringan pada tanaman yang berupa kromosom atau RNA/DNA. Jadi virus kuning tersebut menghentikan kerjanya Gen kromosom / klorofil tersebut yang berupa asam amino. Sehingga tanaman tersebut dikuasai oleh Gen virus kuning (virus gemini).
Virus kuning tersebut dapat berkembang dalam waktu yang cukup lama yaitu sekitar 40-60 hari setelah tanaman ditusuk atau ditulari oleh kutu kebul. Dalam proses perkembangan virus pada tanaman yang memakan waktu cukup lama tersebut dapat langsung berkembang jika tanaman kurang sehat. Sebaliknya, apabila tanaman dalam keadaan sehat sehat maka virus kuning tersebut juga dapat terhambat perkembanganya.
2.3 Gejala Serangan Virus Gemini
Helai daun mengalami “vein clearing”, dimulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung ke atas (cupping). Infeksi lanjut dari virus gemini menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah.
2.4 Tanaman Inang
Virus Gemini dapat menginfeksi tanaman horti sepeti tomat dan cabe rawit, serta tanaman perkebunan seperti tembakau, dan tanaman lain yaitu gulma babadotan (Ageratum conyzoides) dan gulma bunga kancing (Gomphrena globosa).
2.5 Upaya Pencegahan terhadap Infeksi Virus Gemini
1. Melakukan upaya preventif dengan penggunaan benih tahan virus kuning, penggunaan benih yang tahan virus kuning akan meminimalisir serangan virus.
2. Menggunakan bibit tanaman yang sehat (tidak mengandung virus) atau bukan berasal dari daerah terserang.
3. Semaian bebas virus kuning yaitu dengan cara:
• Pada saat persemaian dilakukan dengan cara ditanam pada polibag satu persatu benih ditanam pada tiap polibag tidak dilakukan dengan cara disebar pada lahan persemaian.
• Pemberian rumah sungkup dengan menggunakan kain kasa agar kutu kebul yang berfungsi sebagai vector tidak dapat masuk dalam persemaian.
• Persemaian dilakukan dibelakang/tritisan rumah yang jauh dari tanaman cabai karena disekitar rumah tersebut tidak ada kutu kebul sebagai vektor.
2. Sanitasi lingkungan dilakukan sebersih dan serapi mungkin terutama pada rumput wedusan yang biasa digunaman sebagai pengganti inang virus kuning tersebut, karena kutu kebul tersebut paling senang terhadap rumput tersebut sebagai pengganti tanaman inang.
3. Pengaturan jarak tanam dengan serapi mungkin dan tidak terlalu rapat, karena kutu kebul juga takut terhadap pemangsanya ditempat yang agak terbuka. Maka jarak tanam dapat diperlebar agar tajuk tanaman tersebut tidak bertumpuk-tumpukan.
4. Meningkatkan stamina tanaman karena tanaman cabai tersebut juga melakukan perlawanan dengan virus tersebut. Maka agar tanaman cabai tersebut tetap sehat maka dapat dilakukan dengan cara:
• Pemberian pupuk organik yang lebih banyak.
• Irigasi yang yang baik.
5. Pemberian pagar pada tanaman dengan menggunakan:
• Tanaman jagung yang ditanam mengelilingi tanaman cabai
• Tanaman kenikir
6. Pemberian perangkap dengan menggunakan botol yang sudah diberi hormon perangsang.
7. Pengendalian hama terpadu dengan upaya pemanfaatan musuh alami seperti Menochilus sexmaculatus, dengan pathogen Beauveria bassiana guna mengendalikan virus kuning. Hal ini dilakukan agar biaya dapat ditekan sekaligus sebagai efektifitas pengendalian OPT.
8. Melakukan rotasi / pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus (terutama bukan dari famili solanaceae seperti tomat, cabai, kentang, tembakau, dan famili cucurbitaceae seperti mentimun). Rotasi tanaman akan lebih berhasil apabila dilakukan paling sedikit dalam satu hamparan, tidak perorangan, dilakukan serentak tiap satu musim tanam, dan seluas mungkin.
Jika tanaman sudah terinfeksi virus gemini (virus kuning) maka satu-satunya cara yaitu dilakukan dengan cara eradikasi atau pemusnahan. Tanaman terinfeksi dicabut dan dibakar atau dibuang pada tempat yang jauh dari pemukiman tanaman cabai.
Untuk mendukung keberhasilan usaha pencegahan dan pengendalian penyakit virus kuning pada tanaman cabai, diperlukan peran aktif para petani dalam mengamati / memantau kutu kebul dan pengendaliannya mulai dari pembibitan sampai di pertanaman agar diketahui lebih dini timbulnya gejala penyakit dan penyebarannya dapat dicegah.
BAB III
STUDI KASUS (REVIEW JURNAL)
REVIEW JURNAL VIRUS GEMINI PADA CABAI
VARIASI GEJALA DAN STUDI CARA PENULARAN
Penelitian dilakukan untuk mempelajari karakter biologi virus gemini yang mencakup studi kisaran inang dan cara penularan. Studi kisaran inang virus dapat menunjukkan tanaman-tanaman yang dapat terinfeksi oleh virus dan gejala yang timbul, sedangkan studi cara penularan virus dapat menunjukkan apakah virus dapat ditularkan oleh satu atau beberapa cara penularan.
BAHAN DAN METODE
Deteksi Isolat Virus Gemini
Pengumpulan tanaman cabai yang diduga terinfeksi virus gemini dilakukan melalui kegiatan survei ke beberapa pertanaman cabai di daerah sekitar Bogor dan Cipanas, Jawa Barat. Tanaman dari lapang tersebut dipindahkan ke dalam pot-pot dan dipelihara di rumah kaca. Deteksi virus gemini dilakukan melalui tahapan ekstraksi DNA mengikuti prosedur Dellaporta et al. (1983). dan amplifikasi DNA dengan proseder Rojas et al. (1993) menggunakan primer universal virus gemini yaitu PALI V1978 danPARlC 715. Pemasangan primer universal yang digunakan akan mengamplifikasi DNA virus yang mencakup bagian dari gen selubung protein, gen replikasi dan daerah common region
Identifikasi, Pemeliharaan dan Perbanyakan B. tabaci
Identifikasi dilakukan dengan pembuatan preparat mikroskop kantung pupa kutu kebul menurut metode Martin (1987). Serangga vektor B. tabaci yang telah diidentifikasi dipelihara pada tanaman brokoli Brassicaleraceae var. itálica sehat yang berumur 4-6 minggu. Tanaman yang telah mengandung sejumlah telur serangga dipindahkan dari kurungan lama ke kurungan baru tanpa mengikutsertakan serangga dewasa yang ada. Dari telur serangga tersebut akan muncul nimfa dan imago baru yang merupakan imago bebas virus yang akan digunakan sebagai vektor dalam uji penularan.
Persiapan Tanaman Uji dan Perbanyakan Sumber Inokulum
Tanaman-tanaman uji yang digunakan meliputi: cabai besar (Capsicum annuum) var. Hot Chilli, cabai rawit (C. frutescehs) var. Cakra Putih, tomat apel (Lycopersicon esculentum) var. Roma, terung ungu panjang (Solanum melongena) dan tembakau (Nicotiana tabacum) var. White Burley. Sumber inokulum virus diperbanyak pada tanaman cabai rawit
Penyemaian benih-benih tanaman yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dalam nampan plastik berlubang yang diisi tanah steril. Benih yang telah berkecambah dan memiliki setidaknya tiga helai daun dipindahkan ke kantung plastic hitam (20 cm x 20 cm) yang berisi campuran tanah dan pupuk kandang (2:1 ) steril. Perbanyakan inokulum dilakukan dengan metode penularan secara penyambungan. Tanaman-tanaman uji dan sumber inokulum dipelihara dalam rumah kaca yang kedap serangga.
Penularan dengan Penyambungan
Penyambungan dilakukan pada saat tanaman uji berumur 4-6 minggu setelah tanam. Penyambungan dilakukan dengan membuat irisan tipis pada bagian ujung tangkai dari daun tanaman sakit (seion), yang kemudian disisipkan ke dalam sayatan yang dibuat agak serong ke dalam pada sisi batang tanaman uji (stock). Bagian sambungan kemudian dibalut parafilm. Sebagai kontrol negatif dengan cara yang sama dilakukan penyambungan menggunakan seion yang berasal dari tanaman cabai rawit sehat.
Penularan dengan iff. tabaci
Umur tanaman uji pada saat penularan dilakukan adalah 3 minggu setelah tanam. Serangga imago diberi periode makan akuisisi pada tanaman sakit selama 24 jam. Setelah itu serangga tersebut dipindahkan ke tanaman uji sebanyak sepuluh ekor serangga per tanaman untuk diberikan periode makan inokulasi selama 24 jam. Setelah melalui periode makan inokulasi serangga dimusnahkan satu per satu. Sebagai kontrol negatif serangga diberikan periode makan akuisisi pada tanaman cabai sehat sebelum diberi periode makan inokulasi pada tanaman uji.
Penularan dengan Inokulasi Mekanis
Daun muda tanaman cabai rawit yang terinfeksi virus gemini dihancurkan dalam mortar, kemudian ditambahkan larutan penyangga potasium fosfat (0,1 M pH 8) yang mengandung 0,1% ß-merkaptoetanol dengan perbandingan daun dan larutan penyangga 1:5 (b/v). Setelah melalui penyaringan dengan menggunakan kain kasa, cairan perasan tanaman sakit tersebut dioleskan pada permukaan daun tanaman uji yang telah ditaburi serbuk Carborundum (600 mesh). Umur tanaman uji pada saat inokulasi adalah 2-3 minggu setelah tanam. Sebagai kontrol negatif daun tanaman uji diolesi dengan larutan penyangga kalium fosfat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala pada Tanaman cabai di Lapang
Hasil pengamatan lapangan pada beberapa lokasi di daerah Segunung, Cugenang, dan Baranangsiang menunjukkan serangan virus gemini dapat mencapai 100% terutama pada tanaman cabai besar dan cabai rawit. Gejala yang umum terlihat pada pertanaman cabai di Segunung adalah daun menjadi lebih kecil dibandingkan ukuran daun normal, warna daun menjadi kekuningan, dan tanaman mengalami pengerdilan. Tanaman cabai yang berada di daerah Baranangsiang dan Cugenang menunjukan gejala yang sedikit berbeda, yaitu berupa gejala mosaik kuning yang dimulai pada bagian pangkal daun kemudian menyebar ke seluruh luasan daun disertai terjadinya pelekukan tepi daun ke atas. Polston & Anderson (1997) menyatakan bahwa infeksi virus gemini dapat menghasilkan gejala yang sangat bervariasi tergantung pada strain virus, kultivar dan umur tanaman pada saat terinfeksi, serta kondisi lingkungan. Gejala yang berbeda antara tanaman cabai di Segunung dengan tanaman cabai di Baranangsiang dan Cugenang kemungkinan disebabkan oleh strain virus yang berbeda. Hidayat et al. (1999) melaporkan bahwa hasil pemotongan dengan menggunakan enzim restriksi terhadap DNA hasil amplifikasi dengan teknik PCR menunjukkan adanya perbedaan pola enzim restriksi antara virus asal cabai di Segunung dengan virus asal cabai di Baranangsiang dan Cugenang.
Penularan Virus
Tanaman yang diinokulasi secara mekanis dengan cairan perasan daun sakit tidak menunjukkan gejala sampai waktu 2 bulan setelah inokulasi. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain afinitas virus gemini pada jaringan floem tanaman inang dan stabilitas virus yang rendah bila berada dalam cairan perasan tanaman, de Uzcaregui & Lastra (1978) melaporkan bahwa kemampuan virus bertahan di dalam cairan perasan (longevity in vitro) sangat pendek. Tomato yellow mosaic geminivirus yang menginfeksi tomat hanya dapat bertahan tidak lebih dari 15 menit dalam cairan perasan. Adanya zat penghambat pada cairan perasan tanaman yang umumnya berupa senyawa polifenol juga dilaporkan dapat mempengaruhi keberhasilan penularan dengan cairan perasan (Couch & Fritz 1990). Pengujian penularan virus gemini dengan inokulasi mekanis sering dilakukan, tetapi penularan dengan metode ini hanya dapat menularkan beberapa jenis gemini saja, misalnya bean dwarf mosaic virus (Hidayat et al. 1993) dan chlorosis striate mosaic virus (Francki & Hatta 1980).
Penularan virus gemini asal cabai ini dapat terjadi secara efektif melalui penyambungan dan serangga vektornya, B. tabaci (Tabel 1 dan 2). Keberhasilan penularan baik melalui penyambungan maupun serangga vektor bervariasi tergantung pada jenis tanaman uji. Melalui penyambungan diperoleh persen infeksi tertinggi pada tanaman cabai besar (71,4 %) dengan masa inkubasi berkisar 20-29 hari (Tabel 1). Keberhasilan penularan melalui penyambungan sangat bergantung pada kompatibilitas antara jenis tanaman yang digunakan sebagai sumber inokulum (seion) dengan jenis tanaman uji (stock). Kompatibilitas antara tanaman dalam satu spesies akan lebih besar dibandingkan dengan antar spesies yang berbeda atau jenis yang berbeda. Umumnya virus gemini dapat ditularkan melalui penyambungan dengan cara melukai atau memotong sebagian batang tanaman sehat sampai ke bagian floem batang, sehingga bagian tanaman sakit yang disisipkan pada batang tersebut dengan mudah berhubungan dengan sel-sel pada sel floem (Bock 1982; Agrios 1997). Beberapa virus gemini seperti mungbean yellow mosaic virus (Honda et al. 1983), tomato leaf curl virus (Behjatnia et al. 1996) dan sweet potato leaf curl virus (Lotrakul et al. 1998) juga dilaporkan dapat ditularkan melalui penyambungan.
Tabel 1. Hasil inokulasi virus gemini isolât Segunung dari tanaman cabai rawit ke beberapa tanaman famili Solanaceae melalui penularan dengan penyambungan
Tanaman uji Persentase infeksi Masa inkubasi (hari)
Cabai rawit var. Cakra putih
Cabai besar var. Hot Chilli
Tomat apel var. Roma
Terung ungu panjang
Tembakau var. White burley 57,1
71,4
57,1
0,0
0,0 16-30
20-29
19-32
-
-
Tabel 2. Hasil inokulasi virus gemini isolât Segunung dari tanaman cabai rawit ke beberapa tanaman famili Solanaceae melalui penularan dengan serangga vector B. tabaci
Tanaman uji Persentase infeksi
Masa inkubasi (hari)
Cabai rawit var. Cakra putih
Cabai besar var. Hot Chilli
Tomat apel var. Roma
Terung ungu panjang
Tembakau var. White burley 70,0
80,0
50,0
0,0
0,0 10-15
10-14
11-15
-
-
Penularan melalui serangga vektor dapat dengan mudah dilakukan pada tanaman uji yang relatif muda (3 minggu setelah tanam) menggunakan 10 ekor B. tabaci per tanaman. Persentase infeksi yang tertinggi, yaitu 80%, diperoleh dari tanaman cabai besar sementara pada tanaman cabai rawit dan tomat, infeksi mencapai berturut-turut 70% dan 50% (Tabel 2). Masa inkubasi yang diperlukan virus untuk menimbulkan gejala relatif lebih singkat, yaitu sekitar 10-15 hari, apabila dibandingkan masa inkubasi pada penularan dengan penyambungan. Lotrakul et al. (1998) juga melaporkan bahwa masa inkubasi virus gemini dari hasil penularan oleh B. tabaci adalah 10-16 hari, lebih cepat dibandingkan hasil penularan dengan penyambungan. Keberhasilan penularan virus gemini melalui serangga vektor sangat ditentukan oleh jumlah serangga yang digunakan untuk inokulasi pada tanaman sehat.
Menurut Trisusilowati (1989),virus kerupuk tembakau dapat ditularkan hanya dengan satu ekor kutu kebul per tanaman uji. Penularan dengan serangga yang lebih banyak, yaitu 20-50 ekor per tanaman, dapat meningkatkan jumlah tanaman yang terinfeksi dan mempersingkat masa inkubasi virus. Selain jumlah serangga, Idris & Brown (1998) dan Mehta et al. (1994) melaporkan bahwa jumlah tanaman yang terinfeksi berkorelasi positif dengan lamanya periode makan akuisisi dan periode makan inokulasi serangga.
Gejala pada Tanaman Uji
Hasil penularan virus gemini pada beberapa jenis tanaman dalam famili Solanaceae seperti yang diuraikan di atas menunjukkan bahwa cabai besar, cabai rawit, dan tomat dapat menjadi inang virus gemini, tetapi tidak demikian untuk tanaman terung dan tembakau. Melalui teknik PCR berhasil dibuktikan bahwa gejala yang tampak berasosiasi dengan infeksi virus gemini, yaitu dengan teramplifikasinya fragmen DNA berukuran ~1,7 kb dari tanaman cabai besar, cabai rawit dan tomat (Gambar 1).
Gambar 1. Hasil amplifikasi DNA virus gemini dengan PCR.
Lajur 1: marker lkb; 2-tanaman sehat sebagai kontrol negatif; 3-hasil penularan pada tanaman cabai rawit; 4-hasil penularan pada tanaman tomat; 5-hasil penularan pada tanaman cabai besar; 6-hasil penularan pada tanaman terung; 7-hasil penularan pada tanaman tembakau; 8-kontrol positif (klon DNA pepper leaf curl virus Thailand)
Infeksi virus gemini pada ketiga tanaman tersebut menghasilkan gejala yang berbeda-beda. Tanaman cabai besar yang terinfeksi daunnya mengalami belang di sekitar tulang daun dengan munculnya warna kuning yang tidak merata. pada saat tanaman memasuki fase generatif warna kuning semakin meluas, daun mengecil, bunga mongering dan gugur sebelum waktunya. Gejala pada tanaman cabai rawit berupa mosaik kuning dengan permukaan daun yang tidak merata serta tepi daun melekuk ke atas. Sementara gejala pada tanaman tomat berupa pelekukan daun baik ke atas maupun ke bawah, kemudian daun akan mengecil dan kaku. Interaksi virus dengan tanaman inangnya dapat menyebabkan ekspresi gejala penyakit yang sangat bervariasi antara satu jenis tanaman dengan tanaman lainnya. Bean dwarf mosaic geminivirus (BDMV) misalnya, menyebabkan kekerdilan dan klorosis pada daun tanaman P. vulgaris yang terinfeksi tetapi menimbulkan gejala mosaik kuning pada daun Sida spp. (Morales et al. 1990). Sementara Wang et al. (1996) melaporkan bahwa tanaman Nicotiana benthamiana yang terinfeksi BDMV mengalami epinasti dan kerdil.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa virus gemini pada cabai asal Segunung tidak dapat ditularkan secara mekanis dengan cairan perasan tetapi dapat ditularkan melalui penyambungan dan serangga vektor B. tabaci ke tanaman cabai besar dan cabe rawit serta tomat, tetapi tidak berhasil ditularkan ke tanaman tembakau var. White Burley dan terung. Berdasarkan kisaran inang ini juga dapat disimpulkan bahwa virus gemini pada cabai berbeda dengan virus gemini penyebab penyakit kerupuk tembakau yang dapat menginfeksi tembakau var. White Burley (Trisusilowati 1989). Keberhasilan mendeteksi virus gemini melalui teknik PCR dengan menggunakan sepasang primer universal untuk virus gemini memberikan peluang untuk mendeteksi lebih banyak lagi virus gemini pada tanaman yang berbeda.
KESIMPULAN
Tanaman cabai di Indonesia sebagian besar terserang penyakit yang disebabkan oleh virus Gemini. Virus Gemini termasuk dalam kelompok virus tanaman dengan genom berukuran 2,6-2,8 kb yang berupa utas tunggal DNA yang melingkar dan terselubung dalam virion icosahedra kembar (geminate). Virus Gemini ditularkan hanya oleh vektor yaitu vektor kutu kebul (B. tabaci).
Gejala serangan dari virus ini yaitu helai daun mengalami “vein clearing”, dimulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung ke atas (cupping).
Virus Gemini dapat menginfeksi tanaman horti sepeti tomat dan cabe rawit, serta tanaman perkebunan seperti tembakau, dan tanaman lain yaitu gulma babadotan (Ageratum conyzoides) dan gulma bunga kancing (Gomphrena globosa).
Cara pencegahan dan pengendalian virus genimini antara lain:
• Melakukan upaya preventif dengan penggunaan benih tahan virus kuning,
• Menggunakan bibit tanaman yang sehat (tidak mengandung virus)
• Sanitasi lingkungan dilakukan sebersih dan serapi mungkin
• Pengaturan jarak tanam yang teratur dan tidak terlalu rapat
• Meningkatkan stamina tanaman
• Pemberian pagar pada tanaman dengan menggunakan tanaman kenikir atau jagung
• Pemberian perangkap dengan menggunakan botol yang sudah diberi hormon perangsang.
• Pengendalian hama terpadu dengan upaya pemanfaatan musuh alami
• Melakukan rotasi / pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Virus Gemini
Tanaman cabai di Indonesia sebagian besar terserang penyakit yang disebabkan oleh virus Gemini. Sampai saat ini penyakit tersebut dikenal dengan beberapa nama antara lain penyakit kuning dan penyakit bulai. Virus Gemini merupakan golongan virus tumbuhan yang unik karena memiliki morfologi partikel yang berbeda dengan golongan virus tumbuhan lainnya. Virus Gemini merupakan kelompok virus yang memiliki asam nukleat deoksiribosa nukleat acid (DNA) dalam bentuk utas tunggal (single stranded-ssDNA).
2.2 Cara Penyebaran Virus Gemini
Virus Gemini ditularkan hanya oleh vektor yaitu vektor kutu kebul (B. tabaci). Kutu kebul pertama kali diidentifikasi pada tahun 1897 di Amerika Serikat pada tanaman kentang dengan nama asli Aleyrodes inconspicua yang merupakan hama utama pada tanaman di rumah kaca pada tanaman tomat, cabai, kedelai, dan tanaman lainnya. Virus Gemini ini sangat erat hubungnnya dengan vektor kutu kebul. Semakin tinggi populasi kutu kebul maka semakin tinggi pula virus Gemini yang ditimbulkan. Perkembangan virus ini dipengaruhi oleh iklim baik secara langsung maupun tidak langsung. Iklim tersebut meliputi temperatur, kelembaban udara relatif dan curah hujan berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, keperidian, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga. Sebagai contoh, hama kutu kebul mempunyai suhu optimum 32,5 oC untuk pertumbuhan populasinya. Namun demikian, terdapat perbedaan di suatu lokasi besaran pengaruh lingkungan tersebut terhadap vektor.
Kutu kebul dapat menularkan Gemini virus secara persisten (tetap ; yaitu sekali makan pada tanaman yang mengandung virus, selamanya sampai mati dapat menularkan) . Dengan penjelasan Kutu kebul tersebut menghisap tanaman cabai yang sudah terkena virus kuning kemudian hinggap pada tanaman cabai yang masih sehat dan kemudian mengeluarkan lendir yang masih mengidap virus kuning, kemudian virus tersebut menyebar didalam tubuh tanaman yang bersamaan dengan cairan yang ada didalam tubuh tanaman tersebut. Jadi virus tersebut yang berbentuk Gen yang dapat merusak jaringan pada tanaman yang berupa kromosom atau RNA/DNA. Jadi virus kuning tersebut menghentikan kerjanya Gen kromosom / klorofil tersebut yang berupa asam amino. Sehingga tanaman tersebut dikuasai oleh Gen virus kuning (virus gemini).
Virus kuning tersebut dapat berkembang dalam waktu yang cukup lama yaitu sekitar 40-60 hari setelah tanaman ditusuk atau ditulari oleh kutu kebul. Dalam proses perkembangan virus pada tanaman yang memakan waktu cukup lama tersebut dapat langsung berkembang jika tanaman kurang sehat. Sebaliknya, apabila tanaman dalam keadaan sehat sehat maka virus kuning tersebut juga dapat terhambat perkembanganya.
2.3 Gejala Serangan Virus Gemini
Helai daun mengalami “vein clearing”, dimulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung ke atas (cupping). Infeksi lanjut dari virus gemini menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah.
2.4 Tanaman Inang
Virus Gemini dapat menginfeksi tanaman horti sepeti tomat dan cabe rawit, serta tanaman perkebunan seperti tembakau, dan tanaman lain yaitu gulma babadotan (Ageratum conyzoides) dan gulma bunga kancing (Gomphrena globosa).
2.5 Upaya Pencegahan terhadap Infeksi Virus Gemini
1. Melakukan upaya preventif dengan penggunaan benih tahan virus kuning, penggunaan benih yang tahan virus kuning akan meminimalisir serangan virus.
2. Menggunakan bibit tanaman yang sehat (tidak mengandung virus) atau bukan berasal dari daerah terserang.
3. Semaian bebas virus kuning yaitu dengan cara:
• Pada saat persemaian dilakukan dengan cara ditanam pada polibag satu persatu benih ditanam pada tiap polibag tidak dilakukan dengan cara disebar pada lahan persemaian.
• Pemberian rumah sungkup dengan menggunakan kain kasa agar kutu kebul yang berfungsi sebagai vector tidak dapat masuk dalam persemaian.
• Persemaian dilakukan dibelakang/tritisan rumah yang jauh dari tanaman cabai karena disekitar rumah tersebut tidak ada kutu kebul sebagai vektor.
2. Sanitasi lingkungan dilakukan sebersih dan serapi mungkin terutama pada rumput wedusan yang biasa digunaman sebagai pengganti inang virus kuning tersebut, karena kutu kebul tersebut paling senang terhadap rumput tersebut sebagai pengganti tanaman inang.
3. Pengaturan jarak tanam dengan serapi mungkin dan tidak terlalu rapat, karena kutu kebul juga takut terhadap pemangsanya ditempat yang agak terbuka. Maka jarak tanam dapat diperlebar agar tajuk tanaman tersebut tidak bertumpuk-tumpukan.
4. Meningkatkan stamina tanaman karena tanaman cabai tersebut juga melakukan perlawanan dengan virus tersebut. Maka agar tanaman cabai tersebut tetap sehat maka dapat dilakukan dengan cara:
• Pemberian pupuk organik yang lebih banyak.
• Irigasi yang yang baik.
5. Pemberian pagar pada tanaman dengan menggunakan:
• Tanaman jagung yang ditanam mengelilingi tanaman cabai
• Tanaman kenikir
6. Pemberian perangkap dengan menggunakan botol yang sudah diberi hormon perangsang.
7. Pengendalian hama terpadu dengan upaya pemanfaatan musuh alami seperti Menochilus sexmaculatus, dengan pathogen Beauveria bassiana guna mengendalikan virus kuning. Hal ini dilakukan agar biaya dapat ditekan sekaligus sebagai efektifitas pengendalian OPT.
8. Melakukan rotasi / pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus (terutama bukan dari famili solanaceae seperti tomat, cabai, kentang, tembakau, dan famili cucurbitaceae seperti mentimun). Rotasi tanaman akan lebih berhasil apabila dilakukan paling sedikit dalam satu hamparan, tidak perorangan, dilakukan serentak tiap satu musim tanam, dan seluas mungkin.
Jika tanaman sudah terinfeksi virus gemini (virus kuning) maka satu-satunya cara yaitu dilakukan dengan cara eradikasi atau pemusnahan. Tanaman terinfeksi dicabut dan dibakar atau dibuang pada tempat yang jauh dari pemukiman tanaman cabai.
Untuk mendukung keberhasilan usaha pencegahan dan pengendalian penyakit virus kuning pada tanaman cabai, diperlukan peran aktif para petani dalam mengamati / memantau kutu kebul dan pengendaliannya mulai dari pembibitan sampai di pertanaman agar diketahui lebih dini timbulnya gejala penyakit dan penyebarannya dapat dicegah.
BAB III
STUDI KASUS (REVIEW JURNAL)
REVIEW JURNAL VIRUS GEMINI PADA CABAI
VARIASI GEJALA DAN STUDI CARA PENULARAN
Penelitian dilakukan untuk mempelajari karakter biologi virus gemini yang mencakup studi kisaran inang dan cara penularan. Studi kisaran inang virus dapat menunjukkan tanaman-tanaman yang dapat terinfeksi oleh virus dan gejala yang timbul, sedangkan studi cara penularan virus dapat menunjukkan apakah virus dapat ditularkan oleh satu atau beberapa cara penularan.
BAHAN DAN METODE
Deteksi Isolat Virus Gemini
Pengumpulan tanaman cabai yang diduga terinfeksi virus gemini dilakukan melalui kegiatan survei ke beberapa pertanaman cabai di daerah sekitar Bogor dan Cipanas, Jawa Barat. Tanaman dari lapang tersebut dipindahkan ke dalam pot-pot dan dipelihara di rumah kaca. Deteksi virus gemini dilakukan melalui tahapan ekstraksi DNA mengikuti prosedur Dellaporta et al. (1983). dan amplifikasi DNA dengan proseder Rojas et al. (1993) menggunakan primer universal virus gemini yaitu PALI V1978 danPARlC 715. Pemasangan primer universal yang digunakan akan mengamplifikasi DNA virus yang mencakup bagian dari gen selubung protein, gen replikasi dan daerah common region
Identifikasi, Pemeliharaan dan Perbanyakan B. tabaci
Identifikasi dilakukan dengan pembuatan preparat mikroskop kantung pupa kutu kebul menurut metode Martin (1987). Serangga vektor B. tabaci yang telah diidentifikasi dipelihara pada tanaman brokoli Brassicaleraceae var. itálica sehat yang berumur 4-6 minggu. Tanaman yang telah mengandung sejumlah telur serangga dipindahkan dari kurungan lama ke kurungan baru tanpa mengikutsertakan serangga dewasa yang ada. Dari telur serangga tersebut akan muncul nimfa dan imago baru yang merupakan imago bebas virus yang akan digunakan sebagai vektor dalam uji penularan.
Persiapan Tanaman Uji dan Perbanyakan Sumber Inokulum
Tanaman-tanaman uji yang digunakan meliputi: cabai besar (Capsicum annuum) var. Hot Chilli, cabai rawit (C. frutescehs) var. Cakra Putih, tomat apel (Lycopersicon esculentum) var. Roma, terung ungu panjang (Solanum melongena) dan tembakau (Nicotiana tabacum) var. White Burley. Sumber inokulum virus diperbanyak pada tanaman cabai rawit
Penyemaian benih-benih tanaman yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dalam nampan plastik berlubang yang diisi tanah steril. Benih yang telah berkecambah dan memiliki setidaknya tiga helai daun dipindahkan ke kantung plastic hitam (20 cm x 20 cm) yang berisi campuran tanah dan pupuk kandang (2:1 ) steril. Perbanyakan inokulum dilakukan dengan metode penularan secara penyambungan. Tanaman-tanaman uji dan sumber inokulum dipelihara dalam rumah kaca yang kedap serangga.
Penularan dengan Penyambungan
Penyambungan dilakukan pada saat tanaman uji berumur 4-6 minggu setelah tanam. Penyambungan dilakukan dengan membuat irisan tipis pada bagian ujung tangkai dari daun tanaman sakit (seion), yang kemudian disisipkan ke dalam sayatan yang dibuat agak serong ke dalam pada sisi batang tanaman uji (stock). Bagian sambungan kemudian dibalut parafilm. Sebagai kontrol negatif dengan cara yang sama dilakukan penyambungan menggunakan seion yang berasal dari tanaman cabai rawit sehat.
Penularan dengan iff. tabaci
Umur tanaman uji pada saat penularan dilakukan adalah 3 minggu setelah tanam. Serangga imago diberi periode makan akuisisi pada tanaman sakit selama 24 jam. Setelah itu serangga tersebut dipindahkan ke tanaman uji sebanyak sepuluh ekor serangga per tanaman untuk diberikan periode makan inokulasi selama 24 jam. Setelah melalui periode makan inokulasi serangga dimusnahkan satu per satu. Sebagai kontrol negatif serangga diberikan periode makan akuisisi pada tanaman cabai sehat sebelum diberi periode makan inokulasi pada tanaman uji.
Penularan dengan Inokulasi Mekanis
Daun muda tanaman cabai rawit yang terinfeksi virus gemini dihancurkan dalam mortar, kemudian ditambahkan larutan penyangga potasium fosfat (0,1 M pH 8) yang mengandung 0,1% ß-merkaptoetanol dengan perbandingan daun dan larutan penyangga 1:5 (b/v). Setelah melalui penyaringan dengan menggunakan kain kasa, cairan perasan tanaman sakit tersebut dioleskan pada permukaan daun tanaman uji yang telah ditaburi serbuk Carborundum (600 mesh). Umur tanaman uji pada saat inokulasi adalah 2-3 minggu setelah tanam. Sebagai kontrol negatif daun tanaman uji diolesi dengan larutan penyangga kalium fosfat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala pada Tanaman cabai di Lapang
Hasil pengamatan lapangan pada beberapa lokasi di daerah Segunung, Cugenang, dan Baranangsiang menunjukkan serangan virus gemini dapat mencapai 100% terutama pada tanaman cabai besar dan cabai rawit. Gejala yang umum terlihat pada pertanaman cabai di Segunung adalah daun menjadi lebih kecil dibandingkan ukuran daun normal, warna daun menjadi kekuningan, dan tanaman mengalami pengerdilan. Tanaman cabai yang berada di daerah Baranangsiang dan Cugenang menunjukan gejala yang sedikit berbeda, yaitu berupa gejala mosaik kuning yang dimulai pada bagian pangkal daun kemudian menyebar ke seluruh luasan daun disertai terjadinya pelekukan tepi daun ke atas. Polston & Anderson (1997) menyatakan bahwa infeksi virus gemini dapat menghasilkan gejala yang sangat bervariasi tergantung pada strain virus, kultivar dan umur tanaman pada saat terinfeksi, serta kondisi lingkungan. Gejala yang berbeda antara tanaman cabai di Segunung dengan tanaman cabai di Baranangsiang dan Cugenang kemungkinan disebabkan oleh strain virus yang berbeda. Hidayat et al. (1999) melaporkan bahwa hasil pemotongan dengan menggunakan enzim restriksi terhadap DNA hasil amplifikasi dengan teknik PCR menunjukkan adanya perbedaan pola enzim restriksi antara virus asal cabai di Segunung dengan virus asal cabai di Baranangsiang dan Cugenang.
Penularan Virus
Tanaman yang diinokulasi secara mekanis dengan cairan perasan daun sakit tidak menunjukkan gejala sampai waktu 2 bulan setelah inokulasi. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain afinitas virus gemini pada jaringan floem tanaman inang dan stabilitas virus yang rendah bila berada dalam cairan perasan tanaman, de Uzcaregui & Lastra (1978) melaporkan bahwa kemampuan virus bertahan di dalam cairan perasan (longevity in vitro) sangat pendek. Tomato yellow mosaic geminivirus yang menginfeksi tomat hanya dapat bertahan tidak lebih dari 15 menit dalam cairan perasan. Adanya zat penghambat pada cairan perasan tanaman yang umumnya berupa senyawa polifenol juga dilaporkan dapat mempengaruhi keberhasilan penularan dengan cairan perasan (Couch & Fritz 1990). Pengujian penularan virus gemini dengan inokulasi mekanis sering dilakukan, tetapi penularan dengan metode ini hanya dapat menularkan beberapa jenis gemini saja, misalnya bean dwarf mosaic virus (Hidayat et al. 1993) dan chlorosis striate mosaic virus (Francki & Hatta 1980).
Penularan virus gemini asal cabai ini dapat terjadi secara efektif melalui penyambungan dan serangga vektornya, B. tabaci (Tabel 1 dan 2). Keberhasilan penularan baik melalui penyambungan maupun serangga vektor bervariasi tergantung pada jenis tanaman uji. Melalui penyambungan diperoleh persen infeksi tertinggi pada tanaman cabai besar (71,4 %) dengan masa inkubasi berkisar 20-29 hari (Tabel 1). Keberhasilan penularan melalui penyambungan sangat bergantung pada kompatibilitas antara jenis tanaman yang digunakan sebagai sumber inokulum (seion) dengan jenis tanaman uji (stock). Kompatibilitas antara tanaman dalam satu spesies akan lebih besar dibandingkan dengan antar spesies yang berbeda atau jenis yang berbeda. Umumnya virus gemini dapat ditularkan melalui penyambungan dengan cara melukai atau memotong sebagian batang tanaman sehat sampai ke bagian floem batang, sehingga bagian tanaman sakit yang disisipkan pada batang tersebut dengan mudah berhubungan dengan sel-sel pada sel floem (Bock 1982; Agrios 1997). Beberapa virus gemini seperti mungbean yellow mosaic virus (Honda et al. 1983), tomato leaf curl virus (Behjatnia et al. 1996) dan sweet potato leaf curl virus (Lotrakul et al. 1998) juga dilaporkan dapat ditularkan melalui penyambungan.
Tabel 1. Hasil inokulasi virus gemini isolât Segunung dari tanaman cabai rawit ke beberapa tanaman famili Solanaceae melalui penularan dengan penyambungan
Tanaman uji Persentase infeksi Masa inkubasi (hari)
Cabai rawit var. Cakra putih
Cabai besar var. Hot Chilli
Tomat apel var. Roma
Terung ungu panjang
Tembakau var. White burley 57,1
71,4
57,1
0,0
0,0 16-30
20-29
19-32
-
-
Tabel 2. Hasil inokulasi virus gemini isolât Segunung dari tanaman cabai rawit ke beberapa tanaman famili Solanaceae melalui penularan dengan serangga vector B. tabaci
Tanaman uji Persentase infeksi
Masa inkubasi (hari)
Cabai rawit var. Cakra putih
Cabai besar var. Hot Chilli
Tomat apel var. Roma
Terung ungu panjang
Tembakau var. White burley 70,0
80,0
50,0
0,0
0,0 10-15
10-14
11-15
-
-
Penularan melalui serangga vektor dapat dengan mudah dilakukan pada tanaman uji yang relatif muda (3 minggu setelah tanam) menggunakan 10 ekor B. tabaci per tanaman. Persentase infeksi yang tertinggi, yaitu 80%, diperoleh dari tanaman cabai besar sementara pada tanaman cabai rawit dan tomat, infeksi mencapai berturut-turut 70% dan 50% (Tabel 2). Masa inkubasi yang diperlukan virus untuk menimbulkan gejala relatif lebih singkat, yaitu sekitar 10-15 hari, apabila dibandingkan masa inkubasi pada penularan dengan penyambungan. Lotrakul et al. (1998) juga melaporkan bahwa masa inkubasi virus gemini dari hasil penularan oleh B. tabaci adalah 10-16 hari, lebih cepat dibandingkan hasil penularan dengan penyambungan. Keberhasilan penularan virus gemini melalui serangga vektor sangat ditentukan oleh jumlah serangga yang digunakan untuk inokulasi pada tanaman sehat.
Menurut Trisusilowati (1989),virus kerupuk tembakau dapat ditularkan hanya dengan satu ekor kutu kebul per tanaman uji. Penularan dengan serangga yang lebih banyak, yaitu 20-50 ekor per tanaman, dapat meningkatkan jumlah tanaman yang terinfeksi dan mempersingkat masa inkubasi virus. Selain jumlah serangga, Idris & Brown (1998) dan Mehta et al. (1994) melaporkan bahwa jumlah tanaman yang terinfeksi berkorelasi positif dengan lamanya periode makan akuisisi dan periode makan inokulasi serangga.
Gejala pada Tanaman Uji
Hasil penularan virus gemini pada beberapa jenis tanaman dalam famili Solanaceae seperti yang diuraikan di atas menunjukkan bahwa cabai besar, cabai rawit, dan tomat dapat menjadi inang virus gemini, tetapi tidak demikian untuk tanaman terung dan tembakau. Melalui teknik PCR berhasil dibuktikan bahwa gejala yang tampak berasosiasi dengan infeksi virus gemini, yaitu dengan teramplifikasinya fragmen DNA berukuran ~1,7 kb dari tanaman cabai besar, cabai rawit dan tomat (Gambar 1).
Gambar 1. Hasil amplifikasi DNA virus gemini dengan PCR.
Lajur 1: marker lkb; 2-tanaman sehat sebagai kontrol negatif; 3-hasil penularan pada tanaman cabai rawit; 4-hasil penularan pada tanaman tomat; 5-hasil penularan pada tanaman cabai besar; 6-hasil penularan pada tanaman terung; 7-hasil penularan pada tanaman tembakau; 8-kontrol positif (klon DNA pepper leaf curl virus Thailand)
Infeksi virus gemini pada ketiga tanaman tersebut menghasilkan gejala yang berbeda-beda. Tanaman cabai besar yang terinfeksi daunnya mengalami belang di sekitar tulang daun dengan munculnya warna kuning yang tidak merata. pada saat tanaman memasuki fase generatif warna kuning semakin meluas, daun mengecil, bunga mongering dan gugur sebelum waktunya. Gejala pada tanaman cabai rawit berupa mosaik kuning dengan permukaan daun yang tidak merata serta tepi daun melekuk ke atas. Sementara gejala pada tanaman tomat berupa pelekukan daun baik ke atas maupun ke bawah, kemudian daun akan mengecil dan kaku. Interaksi virus dengan tanaman inangnya dapat menyebabkan ekspresi gejala penyakit yang sangat bervariasi antara satu jenis tanaman dengan tanaman lainnya. Bean dwarf mosaic geminivirus (BDMV) misalnya, menyebabkan kekerdilan dan klorosis pada daun tanaman P. vulgaris yang terinfeksi tetapi menimbulkan gejala mosaik kuning pada daun Sida spp. (Morales et al. 1990). Sementara Wang et al. (1996) melaporkan bahwa tanaman Nicotiana benthamiana yang terinfeksi BDMV mengalami epinasti dan kerdil.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa virus gemini pada cabai asal Segunung tidak dapat ditularkan secara mekanis dengan cairan perasan tetapi dapat ditularkan melalui penyambungan dan serangga vektor B. tabaci ke tanaman cabai besar dan cabe rawit serta tomat, tetapi tidak berhasil ditularkan ke tanaman tembakau var. White Burley dan terung. Berdasarkan kisaran inang ini juga dapat disimpulkan bahwa virus gemini pada cabai berbeda dengan virus gemini penyebab penyakit kerupuk tembakau yang dapat menginfeksi tembakau var. White Burley (Trisusilowati 1989). Keberhasilan mendeteksi virus gemini melalui teknik PCR dengan menggunakan sepasang primer universal untuk virus gemini memberikan peluang untuk mendeteksi lebih banyak lagi virus gemini pada tanaman yang berbeda.
KESIMPULAN
Tanaman cabai di Indonesia sebagian besar terserang penyakit yang disebabkan oleh virus Gemini. Virus Gemini termasuk dalam kelompok virus tanaman dengan genom berukuran 2,6-2,8 kb yang berupa utas tunggal DNA yang melingkar dan terselubung dalam virion icosahedra kembar (geminate). Virus Gemini ditularkan hanya oleh vektor yaitu vektor kutu kebul (B. tabaci).
Gejala serangan dari virus ini yaitu helai daun mengalami “vein clearing”, dimulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung ke atas (cupping).
Virus Gemini dapat menginfeksi tanaman horti sepeti tomat dan cabe rawit, serta tanaman perkebunan seperti tembakau, dan tanaman lain yaitu gulma babadotan (Ageratum conyzoides) dan gulma bunga kancing (Gomphrena globosa).
Cara pencegahan dan pengendalian virus genimini antara lain:
• Melakukan upaya preventif dengan penggunaan benih tahan virus kuning,
• Menggunakan bibit tanaman yang sehat (tidak mengandung virus)
• Sanitasi lingkungan dilakukan sebersih dan serapi mungkin
• Pengaturan jarak tanam yang teratur dan tidak terlalu rapat
• Meningkatkan stamina tanaman
• Pemberian pagar pada tanaman dengan menggunakan tanaman kenikir atau jagung
• Pemberian perangkap dengan menggunakan botol yang sudah diberi hormon perangsang.
• Pengendalian hama terpadu dengan upaya pemanfaatan musuh alami
• Melakukan rotasi / pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus
MAKALAH EPIDEMOLOGI DAN PERAMALAN HPT VIRUS GEMINI PADA CABAI VARIASI GEJALA DAN STUDI CARA PENULARAN
1.1 Latar Belakang
Virus Gemini termasuk dalam kelompok virus tanaman dengan genom berukuran 2,6-2,8 kb yang berupa utas tunggal DNA yang melingkar dan terselubung dalam virion icosahedra kembar (geminate). Replikasi virus terjadi dalam bagian nukleus tanaman melalui pembentukan utas ganda DNA (double stranded DNA replicative form). Kelompok virus Gemini dibedakan dalam tiga subgrup, yaitu :
1. subgrup pertama memiliki genom yang monopertit, menginfeksi tanaman-tanaman monokotiledon dan ditularkan oleh vektor wereng daun (leafhopper).
2. subgrup kedua juga ditularkan oleh vektor wereng daun dan memiliki genom monopartit, tetapi menginfeksi tanaman-tanaman dikotiledon.
3. subgrup ketiga memiliki anggota yang paling banyak dan beragam dengan genom bipartite, menginfesi tanaman-tanaman dikotiledon dan ditularkan oleh serangga vektor kutu kebul (Bemicia tabaci Genn.).
Virus kelompok gemini yang memiliki vector Bemicia tabaci memiliki daerah persebaran yang luas terutama di daerah-daerah tropik dan subtropik tempat B. tabaci berkembang dengan baik. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh vius kelompok Gemini ini menjadi kendala yang penting bagi tanaman. Pada beberapa kasus, infeksi oleh virus-virus Gemini dapat sangat berat sehingga tanaman tidak dapat tumbuh, contohnya adalah African cassava mosaic geminivirus (ACMV) dan tomato yellowleaf curl geminivirus (TYLCV) di belahan dunia timur dan bean golden mosaic geminivirus (BGMV) di belahan dunia barat. Di Indonesia, penyakit krupuk pada tembakau menjadi sangat penting sejak 1984 karena serangan virus krupuk dapat menyebabkan daun-daun tembakau tidak dapat lagi digunakan sebagai pembungkus cerutu.
Akhir-akhir ini perhatian terhadap virus kelompok Gemini semakin meningkat terbukti dengan semakin banyaknya penelitian yang berfokus pada masalah ini. Sayangnya, di Indonesia baru dua penyakit yang telah terbukti disebabkan oleh virus Gemini, yaitu penyakit krupuk pada tembakau dan penyakit kuning pada babadotan (Ageratum conyzoides).
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan mempelajari virus Gemini pada tanaman cabai secara lebih mendalam.
2. Untuk mengetahui dan mempelajari variasi gejala yang disebabkan oleh virus Gemini.
3. Untuk mengetahui dan mempelajari cara penularan virus Gemini pada tanaman cabai.
4. Untuk mengetahui dan mempelajari metode pengendalian pada virus Gemini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Virus Gemini
Tanaman cabai di Indonesia sebagian besar terserang penyakit yang disebabkan oleh virus Gemini. Sampai saat ini penyakit tersebut dikenal dengan beberapa nama antara lain penyakit kuning dan penyakit bulai. Virus Gemini merupakan golongan virus tumbuhan yang unik karena memiliki morfologi partikel yang berbeda dengan golongan virus tumbuhan lainnya. Virus Gemini merupakan kelompok virus yang memiliki asam nukleat deoksiribosa nukleat acid (DNA) dalam bentuk utas tunggal (single stranded-ssDNA).
2.2 Cara Penyebaran Virus Gemini
Virus Gemini ditularkan hanya oleh vektor yaitu vektor kutu kebul (B. tabaci). Kutu kebul pertama kali diidentifikasi pada tahun 1897 di Amerika Serikat pada tanaman kentang dengan nama asli Aleyrodes inconspicua yang merupakan hama utama pada tanaman di rumah kaca pada tanaman tomat, cabai, kedelai, dan tanaman lainnya. Virus Gemini ini sangat erat hubungnnya dengan vektor kutu kebul. Semakin tinggi populasi kutu kebul maka semakin tinggi pula virus Gemini yang ditimbulkan. Perkembangan virus ini dipengaruhi oleh iklim baik secara langsung maupun tidak langsung. Iklim tersebut meliputi temperatur, kelembaban udara relatif dan curah hujan berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, keperidian, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga. Sebagai contoh, hama kutu kebul mempunyai suhu optimum 32,5 oC untuk pertumbuhan populasinya. Namun demikian, terdapat perbedaan di suatu lokasi besaran pengaruh lingkungan tersebut terhadap vektor.
Kutu kebul dapat menularkan Gemini virus secara persisten (tetap ; yaitu sekali makan pada tanaman yang mengandung virus, selamanya sampai mati dapat menularkan) . Dengan penjelasan Kutu kebul tersebut menghisap tanaman cabai yang sudah terkena virus kuning kemudian hinggap pada tanaman cabai yang masih sehat dan kemudian mengeluarkan lendir yang masih mengidap virus kuning, kemudian virus tersebut menyebar didalam tubuh tanaman yang bersamaan dengan cairan yang ada didalam tubuh tanaman tersebut. Jadi virus tersebut yang berbentuk Gen yang dapat merusak jaringan pada tanaman yang berupa kromosom atau RNA/DNA. Jadi virus kuning tersebut menghentikan kerjanya Gen kromosom / klorofil tersebut yang berupa asam amino. Sehingga tanaman tersebut dikuasai oleh Gen virus kuning (virus gemini).
Virus kuning tersebut dapat berkembang dalam waktu yang cukup lama yaitu sekitar 40-60 hari setelah tanaman ditusuk atau ditulari oleh kutu kebul. Dalam proses perkembangan virus pada tanaman yang memakan waktu cukup lama tersebut dapat langsung berkembang jika tanaman kurang sehat. Sebaliknya, apabila tanaman dalam keadaan sehat sehat maka virus kuning tersebut juga dapat terhambat perkembanganya.
2.3 Gejala Serangan Virus Gemini
Helai daun mengalami “vein clearing”, dimulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung ke atas (cupping). Infeksi lanjut dari virus gemini menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah.
2.4 Tanaman Inang
Virus Gemini dapat menginfeksi tanaman horti sepeti tomat dan cabe rawit, serta tanaman perkebunan seperti tembakau, dan tanaman lain yaitu gulma babadotan (Ageratum conyzoides) dan gulma bunga kancing (Gomphrena globosa).
2.5 Upaya Pencegahan terhadap Infeksi Virus Gemini
1. Melakukan upaya preventif dengan penggunaan benih tahan virus kuning, penggunaan benih yang tahan virus kuning akan meminimalisir serangan virus.
2. Menggunakan bibit tanaman yang sehat (tidak mengandung virus) atau bukan berasal dari daerah terserang.
3. Semaian bebas virus kuning yaitu dengan cara:
• Pada saat persemaian dilakukan dengan cara ditanam pada polibag satu persatu benih ditanam pada tiap polibag tidak dilakukan dengan cara disebar pada lahan persemaian.
• Pemberian rumah sungkup dengan menggunakan kain kasa agar kutu kebul yang berfungsi sebagai vector tidak dapat masuk dalam persemaian.
• Persemaian dilakukan dibelakang/tritisan rumah yang jauh dari tanaman cabai karena disekitar rumah tersebut tidak ada kutu kebul sebagai vektor.
2. Sanitasi lingkungan dilakukan sebersih dan serapi mungkin terutama pada rumput wedusan yang biasa digunaman sebagai pengganti inang virus kuning tersebut, karena kutu kebul tersebut paling senang terhadap rumput tersebut sebagai pengganti tanaman inang.
3. Pengaturan jarak tanam dengan serapi mungkin dan tidak terlalu rapat, karena kutu kebul juga takut terhadap pemangsanya ditempat yang agak terbuka. Maka jarak tanam dapat diperlebar agar tajuk tanaman tersebut tidak bertumpuk-tumpukan.
4. Meningkatkan stamina tanaman karena tanaman cabai tersebut juga melakukan perlawanan dengan virus tersebut. Maka agar tanaman cabai tersebut tetap sehat maka dapat dilakukan dengan cara:
• Pemberian pupuk organik yang lebih banyak.
• Irigasi yang yang baik.
5. Pemberian pagar pada tanaman dengan menggunakan:
• Tanaman jagung yang ditanam mengelilingi tanaman cabai
• Tanaman kenikir
6. Pemberian perangkap dengan menggunakan botol yang sudah diberi hormon perangsang.
7. Pengendalian hama terpadu dengan upaya pemanfaatan musuh alami seperti Menochilus sexmaculatus, dengan pathogen Beauveria bassiana guna mengendalikan virus kuning. Hal ini dilakukan agar biaya dapat ditekan sekaligus sebagai efektifitas pengendalian OPT.
8. Melakukan rotasi / pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus (terutama bukan dari famili solanaceae seperti tomat, cabai, kentang, tembakau, dan famili cucurbitaceae seperti mentimun). Rotasi tanaman akan lebih berhasil apabila dilakukan paling sedikit dalam satu hamparan, tidak perorangan, dilakukan serentak tiap satu musim tanam, dan seluas mungkin.
Jika tanaman sudah terinfeksi virus gemini (virus kuning) maka satu-satunya cara yaitu dilakukan dengan cara eradikasi atau pemusnahan. Tanaman terinfeksi dicabut dan dibakar atau dibuang pada tempat yang jauh dari pemukiman tanaman cabai.
Untuk mendukung keberhasilan usaha pencegahan dan pengendalian penyakit virus kuning pada tanaman cabai, diperlukan peran aktif para petani dalam mengamati / memantau kutu kebul dan pengendaliannya mulai dari pembibitan sampai di pertanaman agar diketahui lebih dini timbulnya gejala penyakit dan penyebarannya dapat dicegah.
BAB III
STUDI KASUS (REVIEW JURNAL)
REVIEW JURNAL VIRUS GEMINI PADA CABAI
VARIASI GEJALA DAN STUDI CARA PENULARAN
Penelitian dilakukan untuk mempelajari karakter biologi virus gemini yang mencakup studi kisaran inang dan cara penularan. Studi kisaran inang virus dapat menunjukkan tanaman-tanaman yang dapat terinfeksi oleh virus dan gejala yang timbul, sedangkan studi cara penularan virus dapat menunjukkan apakah virus dapat ditularkan oleh satu atau beberapa cara penularan.
BAHAN DAN METODE
Deteksi Isolat Virus Gemini
Pengumpulan tanaman cabai yang diduga terinfeksi virus gemini dilakukan melalui kegiatan survei ke beberapa pertanaman cabai di daerah sekitar Bogor dan Cipanas, Jawa Barat. Tanaman dari lapang tersebut dipindahkan ke dalam pot-pot dan dipelihara di rumah kaca. Deteksi virus gemini dilakukan melalui tahapan ekstraksi DNA mengikuti prosedur Dellaporta et al. (1983). dan amplifikasi DNA dengan proseder Rojas et al. (1993) menggunakan primer universal virus gemini yaitu PALI V1978 danPARlC 715. Pemasangan primer universal yang digunakan akan mengamplifikasi DNA virus yang mencakup bagian dari gen selubung protein, gen replikasi dan daerah common region
Identifikasi, Pemeliharaan dan Perbanyakan B. tabaci
Identifikasi dilakukan dengan pembuatan preparat mikroskop kantung pupa kutu kebul menurut metode Martin (1987). Serangga vektor B. tabaci yang telah diidentifikasi dipelihara pada tanaman brokoli Brassicaleraceae var. itálica sehat yang berumur 4-6 minggu. Tanaman yang telah mengandung sejumlah telur serangga dipindahkan dari kurungan lama ke kurungan baru tanpa mengikutsertakan serangga dewasa yang ada. Dari telur serangga tersebut akan muncul nimfa dan imago baru yang merupakan imago bebas virus yang akan digunakan sebagai vektor dalam uji penularan.
Persiapan Tanaman Uji dan Perbanyakan Sumber Inokulum
Tanaman-tanaman uji yang digunakan meliputi: cabai besar (Capsicum annuum) var. Hot Chilli, cabai rawit (C. frutescehs) var. Cakra Putih, tomat apel (Lycopersicon esculentum) var. Roma, terung ungu panjang (Solanum melongena) dan tembakau (Nicotiana tabacum) var. White Burley. Sumber inokulum virus diperbanyak pada tanaman cabai rawit
Penyemaian benih-benih tanaman yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dalam nampan plastik berlubang yang diisi tanah steril. Benih yang telah berkecambah dan memiliki setidaknya tiga helai daun dipindahkan ke kantung plastic hitam (20 cm x 20 cm) yang berisi campuran tanah dan pupuk kandang (2:1 ) steril. Perbanyakan inokulum dilakukan dengan metode penularan secara penyambungan. Tanaman-tanaman uji dan sumber inokulum dipelihara dalam rumah kaca yang kedap serangga.
Penularan dengan Penyambungan
Penyambungan dilakukan pada saat tanaman uji berumur 4-6 minggu setelah tanam. Penyambungan dilakukan dengan membuat irisan tipis pada bagian ujung tangkai dari daun tanaman sakit (seion), yang kemudian disisipkan ke dalam sayatan yang dibuat agak serong ke dalam pada sisi batang tanaman uji (stock). Bagian sambungan kemudian dibalut parafilm. Sebagai kontrol negatif dengan cara yang sama dilakukan penyambungan menggunakan seion yang berasal dari tanaman cabai rawit sehat.
Penularan dengan iff. tabaci
Umur tanaman uji pada saat penularan dilakukan adalah 3 minggu setelah tanam. Serangga imago diberi periode makan akuisisi pada tanaman sakit selama 24 jam. Setelah itu serangga tersebut dipindahkan ke tanaman uji sebanyak sepuluh ekor serangga per tanaman untuk diberikan periode makan inokulasi selama 24 jam. Setelah melalui periode makan inokulasi serangga dimusnahkan satu per satu. Sebagai kontrol negatif serangga diberikan periode makan akuisisi pada tanaman cabai sehat sebelum diberi periode makan inokulasi pada tanaman uji.
Penularan dengan Inokulasi Mekanis
Daun muda tanaman cabai rawit yang terinfeksi virus gemini dihancurkan dalam mortar, kemudian ditambahkan larutan penyangga potasium fosfat (0,1 M pH 8) yang mengandung 0,1% ß-merkaptoetanol dengan perbandingan daun dan larutan penyangga 1:5 (b/v). Setelah melalui penyaringan dengan menggunakan kain kasa, cairan perasan tanaman sakit tersebut dioleskan pada permukaan daun tanaman uji yang telah ditaburi serbuk Carborundum (600 mesh). Umur tanaman uji pada saat inokulasi adalah 2-3 minggu setelah tanam. Sebagai kontrol negatif daun tanaman uji diolesi dengan larutan penyangga kalium fosfat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala pada Tanaman cabai di Lapang
Hasil pengamatan lapangan pada beberapa lokasi di daerah Segunung, Cugenang, dan Baranangsiang menunjukkan serangan virus gemini dapat mencapai 100% terutama pada tanaman cabai besar dan cabai rawit. Gejala yang umum terlihat pada pertanaman cabai di Segunung adalah daun menjadi lebih kecil dibandingkan ukuran daun normal, warna daun menjadi kekuningan, dan tanaman mengalami pengerdilan. Tanaman cabai yang berada di daerah Baranangsiang dan Cugenang menunjukan gejala yang sedikit berbeda, yaitu berupa gejala mosaik kuning yang dimulai pada bagian pangkal daun kemudian menyebar ke seluruh luasan daun disertai terjadinya pelekukan tepi daun ke atas. Polston & Anderson (1997) menyatakan bahwa infeksi virus gemini dapat menghasilkan gejala yang sangat bervariasi tergantung pada strain virus, kultivar dan umur tanaman pada saat terinfeksi, serta kondisi lingkungan. Gejala yang berbeda antara tanaman cabai di Segunung dengan tanaman cabai di Baranangsiang dan Cugenang kemungkinan disebabkan oleh strain virus yang berbeda. Hidayat et al. (1999) melaporkan bahwa hasil pemotongan dengan menggunakan enzim restriksi terhadap DNA hasil amplifikasi dengan teknik PCR menunjukkan adanya perbedaan pola enzim restriksi antara virus asal cabai di Segunung dengan virus asal cabai di Baranangsiang dan Cugenang.
Penularan Virus
Tanaman yang diinokulasi secara mekanis dengan cairan perasan daun sakit tidak menunjukkan gejala sampai waktu 2 bulan setelah inokulasi. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain afinitas virus gemini pada jaringan floem tanaman inang dan stabilitas virus yang rendah bila berada dalam cairan perasan tanaman, de Uzcaregui & Lastra (1978) melaporkan bahwa kemampuan virus bertahan di dalam cairan perasan (longevity in vitro) sangat pendek. Tomato yellow mosaic geminivirus yang menginfeksi tomat hanya dapat bertahan tidak lebih dari 15 menit dalam cairan perasan. Adanya zat penghambat pada cairan perasan tanaman yang umumnya berupa senyawa polifenol juga dilaporkan dapat mempengaruhi keberhasilan penularan dengan cairan perasan (Couch & Fritz 1990). Pengujian penularan virus gemini dengan inokulasi mekanis sering dilakukan, tetapi penularan dengan metode ini hanya dapat menularkan beberapa jenis gemini saja, misalnya bean dwarf mosaic virus (Hidayat et al. 1993) dan chlorosis striate mosaic virus (Francki & Hatta 1980).
Penularan virus gemini asal cabai ini dapat terjadi secara efektif melalui penyambungan dan serangga vektornya, B. tabaci (Tabel 1 dan 2). Keberhasilan penularan baik melalui penyambungan maupun serangga vektor bervariasi tergantung pada jenis tanaman uji. Melalui penyambungan diperoleh persen infeksi tertinggi pada tanaman cabai besar (71,4 %) dengan masa inkubasi berkisar 20-29 hari (Tabel 1). Keberhasilan penularan melalui penyambungan sangat bergantung pada kompatibilitas antara jenis tanaman yang digunakan sebagai sumber inokulum (seion) dengan jenis tanaman uji (stock). Kompatibilitas antara tanaman dalam satu spesies akan lebih besar dibandingkan dengan antar spesies yang berbeda atau jenis yang berbeda. Umumnya virus gemini dapat ditularkan melalui penyambungan dengan cara melukai atau memotong sebagian batang tanaman sehat sampai ke bagian floem batang, sehingga bagian tanaman sakit yang disisipkan pada batang tersebut dengan mudah berhubungan dengan sel-sel pada sel floem (Bock 1982; Agrios 1997). Beberapa virus gemini seperti mungbean yellow mosaic virus (Honda et al. 1983), tomato leaf curl virus (Behjatnia et al. 1996) dan sweet potato leaf curl virus (Lotrakul et al. 1998) juga dilaporkan dapat ditularkan melalui penyambungan.
Tabel 1. Hasil inokulasi virus gemini isolât Segunung dari tanaman cabai rawit ke beberapa tanaman famili Solanaceae melalui penularan dengan penyambungan
Tanaman uji Persentase infeksi Masa inkubasi (hari)
Cabai rawit var. Cakra putih
Cabai besar var. Hot Chilli
Tomat apel var. Roma
Terung ungu panjang
Tembakau var. White burley 57,1
71,4
57,1
0,0
0,0 16-30
20-29
19-32
-
-
Tabel 2. Hasil inokulasi virus gemini isolât Segunung dari tanaman cabai rawit ke beberapa tanaman famili Solanaceae melalui penularan dengan serangga vector B. tabaci
Tanaman uji Persentase infeksi
Masa inkubasi (hari)
Cabai rawit var. Cakra putih
Cabai besar var. Hot Chilli
Tomat apel var. Roma
Terung ungu panjang
Tembakau var. White burley 70,0
80,0
50,0
0,0
0,0 10-15
10-14
11-15
-
-
Penularan melalui serangga vektor dapat dengan mudah dilakukan pada tanaman uji yang relatif muda (3 minggu setelah tanam) menggunakan 10 ekor B. tabaci per tanaman. Persentase infeksi yang tertinggi, yaitu 80%, diperoleh dari tanaman cabai besar sementara pada tanaman cabai rawit dan tomat, infeksi mencapai berturut-turut 70% dan 50% (Tabel 2). Masa inkubasi yang diperlukan virus untuk menimbulkan gejala relatif lebih singkat, yaitu sekitar 10-15 hari, apabila dibandingkan masa inkubasi pada penularan dengan penyambungan. Lotrakul et al. (1998) juga melaporkan bahwa masa inkubasi virus gemini dari hasil penularan oleh B. tabaci adalah 10-16 hari, lebih cepat dibandingkan hasil penularan dengan penyambungan. Keberhasilan penularan virus gemini melalui serangga vektor sangat ditentukan oleh jumlah serangga yang digunakan untuk inokulasi pada tanaman sehat.
Menurut Trisusilowati (1989),virus kerupuk tembakau dapat ditularkan hanya dengan satu ekor kutu kebul per tanaman uji. Penularan dengan serangga yang lebih banyak, yaitu 20-50 ekor per tanaman, dapat meningkatkan jumlah tanaman yang terinfeksi dan mempersingkat masa inkubasi virus. Selain jumlah serangga, Idris & Brown (1998) dan Mehta et al. (1994) melaporkan bahwa jumlah tanaman yang terinfeksi berkorelasi positif dengan lamanya periode makan akuisisi dan periode makan inokulasi serangga.
Gejala pada Tanaman Uji
Hasil penularan virus gemini pada beberapa jenis tanaman dalam famili Solanaceae seperti yang diuraikan di atas menunjukkan bahwa cabai besar, cabai rawit, dan tomat dapat menjadi inang virus gemini, tetapi tidak demikian untuk tanaman terung dan tembakau. Melalui teknik PCR berhasil dibuktikan bahwa gejala yang tampak berasosiasi dengan infeksi virus gemini, yaitu dengan teramplifikasinya fragmen DNA berukuran ~1,7 kb dari tanaman cabai besar, cabai rawit dan tomat (Gambar 1).
Gambar 1. Hasil amplifikasi DNA virus gemini dengan PCR.
Lajur 1: marker lkb; 2-tanaman sehat sebagai kontrol negatif; 3-hasil penularan pada tanaman cabai rawit; 4-hasil penularan pada tanaman tomat; 5-hasil penularan pada tanaman cabai besar; 6-hasil penularan pada tanaman terung; 7-hasil penularan pada tanaman tembakau; 8-kontrol positif (klon DNA pepper leaf curl virus Thailand)
Infeksi virus gemini pada ketiga tanaman tersebut menghasilkan gejala yang berbeda-beda. Tanaman cabai besar yang terinfeksi daunnya mengalami belang di sekitar tulang daun dengan munculnya warna kuning yang tidak merata. pada saat tanaman memasuki fase generatif warna kuning semakin meluas, daun mengecil, bunga mongering dan gugur sebelum waktunya. Gejala pada tanaman cabai rawit berupa mosaik kuning dengan permukaan daun yang tidak merata serta tepi daun melekuk ke atas. Sementara gejala pada tanaman tomat berupa pelekukan daun baik ke atas maupun ke bawah, kemudian daun akan mengecil dan kaku. Interaksi virus dengan tanaman inangnya dapat menyebabkan ekspresi gejala penyakit yang sangat bervariasi antara satu jenis tanaman dengan tanaman lainnya. Bean dwarf mosaic geminivirus (BDMV) misalnya, menyebabkan kekerdilan dan klorosis pada daun tanaman P. vulgaris yang terinfeksi tetapi menimbulkan gejala mosaik kuning pada daun Sida spp. (Morales et al. 1990). Sementara Wang et al. (1996) melaporkan bahwa tanaman Nicotiana benthamiana yang terinfeksi BDMV mengalami epinasti dan kerdil.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa virus gemini pada cabai asal Segunung tidak dapat ditularkan secara mekanis dengan cairan perasan tetapi dapat ditularkan melalui penyambungan dan serangga vektor B. tabaci ke tanaman cabai besar dan cabe rawit serta tomat, tetapi tidak berhasil ditularkan ke tanaman tembakau var. White Burley dan terung. Berdasarkan kisaran inang ini juga dapat disimpulkan bahwa virus gemini pada cabai berbeda dengan virus gemini penyebab penyakit kerupuk tembakau yang dapat menginfeksi tembakau var. White Burley (Trisusilowati 1989). Keberhasilan mendeteksi virus gemini melalui teknik PCR dengan menggunakan sepasang primer universal untuk virus gemini memberikan peluang untuk mendeteksi lebih banyak lagi virus gemini pada tanaman yang berbeda.
KESIMPULAN
Tanaman cabai di Indonesia sebagian besar terserang penyakit yang disebabkan oleh virus Gemini. Virus Gemini termasuk dalam kelompok virus tanaman dengan genom berukuran 2,6-2,8 kb yang berupa utas tunggal DNA yang melingkar dan terselubung dalam virion icosahedra kembar (geminate). Virus Gemini ditularkan hanya oleh vektor yaitu vektor kutu kebul (B. tabaci).
Gejala serangan dari virus ini yaitu helai daun mengalami “vein clearing”, dimulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung ke atas (cupping).
Virus Gemini dapat menginfeksi tanaman horti sepeti tomat dan cabe rawit, serta tanaman perkebunan seperti tembakau, dan tanaman lain yaitu gulma babadotan (Ageratum conyzoides) dan gulma bunga kancing (Gomphrena globosa).
Cara pencegahan dan pengendalian virus genimini antara lain:
• Melakukan upaya preventif dengan penggunaan benih tahan virus kuning,
• Menggunakan bibit tanaman yang sehat (tidak mengandung virus)
• Sanitasi lingkungan dilakukan sebersih dan serapi mungkin
• Pengaturan jarak tanam yang teratur dan tidak terlalu rapat
• Meningkatkan stamina tanaman
• Pemberian pagar pada tanaman dengan menggunakan tanaman kenikir atau jagung
• Pemberian perangkap dengan menggunakan botol yang sudah diberi hormon perangsang.
• Pengendalian hama terpadu dengan upaya pemanfaatan musuh alami
• Melakukan rotasi / pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus
• Tanaman terinfeksi dicabut dan dibakar atau dibuang pada tempat yang jauh dari pemukiman tanaman cabai.
Hasil penelitian membuktikan bahwa virus gemini pada cabai asal Segunung tidak dapat ditularkan secara mekanis dengan cairan perasan tetapi dapat ditularkan melalui penyambungan dan serangga vektor B. tabaci ke tanaman cabai besar dan cabe rawit serta tomat, tetapi tidak berhasil ditularkan ke tanaman tembakau var. White Burley dan terung.
Virus Gemini termasuk dalam kelompok virus tanaman dengan genom berukuran 2,6-2,8 kb yang berupa utas tunggal DNA yang melingkar dan terselubung dalam virion icosahedra kembar (geminate). Replikasi virus terjadi dalam bagian nukleus tanaman melalui pembentukan utas ganda DNA (double stranded DNA replicative form). Kelompok virus Gemini dibedakan dalam tiga subgrup, yaitu :
1. subgrup pertama memiliki genom yang monopertit, menginfeksi tanaman-tanaman monokotiledon dan ditularkan oleh vektor wereng daun (leafhopper).
2. subgrup kedua juga ditularkan oleh vektor wereng daun dan memiliki genom monopartit, tetapi menginfeksi tanaman-tanaman dikotiledon.
3. subgrup ketiga memiliki anggota yang paling banyak dan beragam dengan genom bipartite, menginfesi tanaman-tanaman dikotiledon dan ditularkan oleh serangga vektor kutu kebul (Bemicia tabaci Genn.).
Virus kelompok gemini yang memiliki vector Bemicia tabaci memiliki daerah persebaran yang luas terutama di daerah-daerah tropik dan subtropik tempat B. tabaci berkembang dengan baik. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh vius kelompok Gemini ini menjadi kendala yang penting bagi tanaman. Pada beberapa kasus, infeksi oleh virus-virus Gemini dapat sangat berat sehingga tanaman tidak dapat tumbuh, contohnya adalah African cassava mosaic geminivirus (ACMV) dan tomato yellowleaf curl geminivirus (TYLCV) di belahan dunia timur dan bean golden mosaic geminivirus (BGMV) di belahan dunia barat. Di Indonesia, penyakit krupuk pada tembakau menjadi sangat penting sejak 1984 karena serangan virus krupuk dapat menyebabkan daun-daun tembakau tidak dapat lagi digunakan sebagai pembungkus cerutu.
Akhir-akhir ini perhatian terhadap virus kelompok Gemini semakin meningkat terbukti dengan semakin banyaknya penelitian yang berfokus pada masalah ini. Sayangnya, di Indonesia baru dua penyakit yang telah terbukti disebabkan oleh virus Gemini, yaitu penyakit krupuk pada tembakau dan penyakit kuning pada babadotan (Ageratum conyzoides).
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan mempelajari virus Gemini pada tanaman cabai secara lebih mendalam.
2. Untuk mengetahui dan mempelajari variasi gejala yang disebabkan oleh virus Gemini.
3. Untuk mengetahui dan mempelajari cara penularan virus Gemini pada tanaman cabai.
4. Untuk mengetahui dan mempelajari metode pengendalian pada virus Gemini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Virus Gemini
Tanaman cabai di Indonesia sebagian besar terserang penyakit yang disebabkan oleh virus Gemini. Sampai saat ini penyakit tersebut dikenal dengan beberapa nama antara lain penyakit kuning dan penyakit bulai. Virus Gemini merupakan golongan virus tumbuhan yang unik karena memiliki morfologi partikel yang berbeda dengan golongan virus tumbuhan lainnya. Virus Gemini merupakan kelompok virus yang memiliki asam nukleat deoksiribosa nukleat acid (DNA) dalam bentuk utas tunggal (single stranded-ssDNA).
2.2 Cara Penyebaran Virus Gemini
Virus Gemini ditularkan hanya oleh vektor yaitu vektor kutu kebul (B. tabaci). Kutu kebul pertama kali diidentifikasi pada tahun 1897 di Amerika Serikat pada tanaman kentang dengan nama asli Aleyrodes inconspicua yang merupakan hama utama pada tanaman di rumah kaca pada tanaman tomat, cabai, kedelai, dan tanaman lainnya. Virus Gemini ini sangat erat hubungnnya dengan vektor kutu kebul. Semakin tinggi populasi kutu kebul maka semakin tinggi pula virus Gemini yang ditimbulkan. Perkembangan virus ini dipengaruhi oleh iklim baik secara langsung maupun tidak langsung. Iklim tersebut meliputi temperatur, kelembaban udara relatif dan curah hujan berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, keperidian, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga. Sebagai contoh, hama kutu kebul mempunyai suhu optimum 32,5 oC untuk pertumbuhan populasinya. Namun demikian, terdapat perbedaan di suatu lokasi besaran pengaruh lingkungan tersebut terhadap vektor.
Kutu kebul dapat menularkan Gemini virus secara persisten (tetap ; yaitu sekali makan pada tanaman yang mengandung virus, selamanya sampai mati dapat menularkan) . Dengan penjelasan Kutu kebul tersebut menghisap tanaman cabai yang sudah terkena virus kuning kemudian hinggap pada tanaman cabai yang masih sehat dan kemudian mengeluarkan lendir yang masih mengidap virus kuning, kemudian virus tersebut menyebar didalam tubuh tanaman yang bersamaan dengan cairan yang ada didalam tubuh tanaman tersebut. Jadi virus tersebut yang berbentuk Gen yang dapat merusak jaringan pada tanaman yang berupa kromosom atau RNA/DNA. Jadi virus kuning tersebut menghentikan kerjanya Gen kromosom / klorofil tersebut yang berupa asam amino. Sehingga tanaman tersebut dikuasai oleh Gen virus kuning (virus gemini).
Virus kuning tersebut dapat berkembang dalam waktu yang cukup lama yaitu sekitar 40-60 hari setelah tanaman ditusuk atau ditulari oleh kutu kebul. Dalam proses perkembangan virus pada tanaman yang memakan waktu cukup lama tersebut dapat langsung berkembang jika tanaman kurang sehat. Sebaliknya, apabila tanaman dalam keadaan sehat sehat maka virus kuning tersebut juga dapat terhambat perkembanganya.
2.3 Gejala Serangan Virus Gemini
Helai daun mengalami “vein clearing”, dimulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung ke atas (cupping). Infeksi lanjut dari virus gemini menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah.
2.4 Tanaman Inang
Virus Gemini dapat menginfeksi tanaman horti sepeti tomat dan cabe rawit, serta tanaman perkebunan seperti tembakau, dan tanaman lain yaitu gulma babadotan (Ageratum conyzoides) dan gulma bunga kancing (Gomphrena globosa).
2.5 Upaya Pencegahan terhadap Infeksi Virus Gemini
1. Melakukan upaya preventif dengan penggunaan benih tahan virus kuning, penggunaan benih yang tahan virus kuning akan meminimalisir serangan virus.
2. Menggunakan bibit tanaman yang sehat (tidak mengandung virus) atau bukan berasal dari daerah terserang.
3. Semaian bebas virus kuning yaitu dengan cara:
• Pada saat persemaian dilakukan dengan cara ditanam pada polibag satu persatu benih ditanam pada tiap polibag tidak dilakukan dengan cara disebar pada lahan persemaian.
• Pemberian rumah sungkup dengan menggunakan kain kasa agar kutu kebul yang berfungsi sebagai vector tidak dapat masuk dalam persemaian.
• Persemaian dilakukan dibelakang/tritisan rumah yang jauh dari tanaman cabai karena disekitar rumah tersebut tidak ada kutu kebul sebagai vektor.
2. Sanitasi lingkungan dilakukan sebersih dan serapi mungkin terutama pada rumput wedusan yang biasa digunaman sebagai pengganti inang virus kuning tersebut, karena kutu kebul tersebut paling senang terhadap rumput tersebut sebagai pengganti tanaman inang.
3. Pengaturan jarak tanam dengan serapi mungkin dan tidak terlalu rapat, karena kutu kebul juga takut terhadap pemangsanya ditempat yang agak terbuka. Maka jarak tanam dapat diperlebar agar tajuk tanaman tersebut tidak bertumpuk-tumpukan.
4. Meningkatkan stamina tanaman karena tanaman cabai tersebut juga melakukan perlawanan dengan virus tersebut. Maka agar tanaman cabai tersebut tetap sehat maka dapat dilakukan dengan cara:
• Pemberian pupuk organik yang lebih banyak.
• Irigasi yang yang baik.
5. Pemberian pagar pada tanaman dengan menggunakan:
• Tanaman jagung yang ditanam mengelilingi tanaman cabai
• Tanaman kenikir
6. Pemberian perangkap dengan menggunakan botol yang sudah diberi hormon perangsang.
7. Pengendalian hama terpadu dengan upaya pemanfaatan musuh alami seperti Menochilus sexmaculatus, dengan pathogen Beauveria bassiana guna mengendalikan virus kuning. Hal ini dilakukan agar biaya dapat ditekan sekaligus sebagai efektifitas pengendalian OPT.
8. Melakukan rotasi / pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus (terutama bukan dari famili solanaceae seperti tomat, cabai, kentang, tembakau, dan famili cucurbitaceae seperti mentimun). Rotasi tanaman akan lebih berhasil apabila dilakukan paling sedikit dalam satu hamparan, tidak perorangan, dilakukan serentak tiap satu musim tanam, dan seluas mungkin.
Jika tanaman sudah terinfeksi virus gemini (virus kuning) maka satu-satunya cara yaitu dilakukan dengan cara eradikasi atau pemusnahan. Tanaman terinfeksi dicabut dan dibakar atau dibuang pada tempat yang jauh dari pemukiman tanaman cabai.
Untuk mendukung keberhasilan usaha pencegahan dan pengendalian penyakit virus kuning pada tanaman cabai, diperlukan peran aktif para petani dalam mengamati / memantau kutu kebul dan pengendaliannya mulai dari pembibitan sampai di pertanaman agar diketahui lebih dini timbulnya gejala penyakit dan penyebarannya dapat dicegah.
BAB III
STUDI KASUS (REVIEW JURNAL)
REVIEW JURNAL VIRUS GEMINI PADA CABAI
VARIASI GEJALA DAN STUDI CARA PENULARAN
Penelitian dilakukan untuk mempelajari karakter biologi virus gemini yang mencakup studi kisaran inang dan cara penularan. Studi kisaran inang virus dapat menunjukkan tanaman-tanaman yang dapat terinfeksi oleh virus dan gejala yang timbul, sedangkan studi cara penularan virus dapat menunjukkan apakah virus dapat ditularkan oleh satu atau beberapa cara penularan.
BAHAN DAN METODE
Deteksi Isolat Virus Gemini
Pengumpulan tanaman cabai yang diduga terinfeksi virus gemini dilakukan melalui kegiatan survei ke beberapa pertanaman cabai di daerah sekitar Bogor dan Cipanas, Jawa Barat. Tanaman dari lapang tersebut dipindahkan ke dalam pot-pot dan dipelihara di rumah kaca. Deteksi virus gemini dilakukan melalui tahapan ekstraksi DNA mengikuti prosedur Dellaporta et al. (1983). dan amplifikasi DNA dengan proseder Rojas et al. (1993) menggunakan primer universal virus gemini yaitu PALI V1978 danPARlC 715. Pemasangan primer universal yang digunakan akan mengamplifikasi DNA virus yang mencakup bagian dari gen selubung protein, gen replikasi dan daerah common region
Identifikasi, Pemeliharaan dan Perbanyakan B. tabaci
Identifikasi dilakukan dengan pembuatan preparat mikroskop kantung pupa kutu kebul menurut metode Martin (1987). Serangga vektor B. tabaci yang telah diidentifikasi dipelihara pada tanaman brokoli Brassicaleraceae var. itálica sehat yang berumur 4-6 minggu. Tanaman yang telah mengandung sejumlah telur serangga dipindahkan dari kurungan lama ke kurungan baru tanpa mengikutsertakan serangga dewasa yang ada. Dari telur serangga tersebut akan muncul nimfa dan imago baru yang merupakan imago bebas virus yang akan digunakan sebagai vektor dalam uji penularan.
Persiapan Tanaman Uji dan Perbanyakan Sumber Inokulum
Tanaman-tanaman uji yang digunakan meliputi: cabai besar (Capsicum annuum) var. Hot Chilli, cabai rawit (C. frutescehs) var. Cakra Putih, tomat apel (Lycopersicon esculentum) var. Roma, terung ungu panjang (Solanum melongena) dan tembakau (Nicotiana tabacum) var. White Burley. Sumber inokulum virus diperbanyak pada tanaman cabai rawit
Penyemaian benih-benih tanaman yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dalam nampan plastik berlubang yang diisi tanah steril. Benih yang telah berkecambah dan memiliki setidaknya tiga helai daun dipindahkan ke kantung plastic hitam (20 cm x 20 cm) yang berisi campuran tanah dan pupuk kandang (2:1 ) steril. Perbanyakan inokulum dilakukan dengan metode penularan secara penyambungan. Tanaman-tanaman uji dan sumber inokulum dipelihara dalam rumah kaca yang kedap serangga.
Penularan dengan Penyambungan
Penyambungan dilakukan pada saat tanaman uji berumur 4-6 minggu setelah tanam. Penyambungan dilakukan dengan membuat irisan tipis pada bagian ujung tangkai dari daun tanaman sakit (seion), yang kemudian disisipkan ke dalam sayatan yang dibuat agak serong ke dalam pada sisi batang tanaman uji (stock). Bagian sambungan kemudian dibalut parafilm. Sebagai kontrol negatif dengan cara yang sama dilakukan penyambungan menggunakan seion yang berasal dari tanaman cabai rawit sehat.
Penularan dengan iff. tabaci
Umur tanaman uji pada saat penularan dilakukan adalah 3 minggu setelah tanam. Serangga imago diberi periode makan akuisisi pada tanaman sakit selama 24 jam. Setelah itu serangga tersebut dipindahkan ke tanaman uji sebanyak sepuluh ekor serangga per tanaman untuk diberikan periode makan inokulasi selama 24 jam. Setelah melalui periode makan inokulasi serangga dimusnahkan satu per satu. Sebagai kontrol negatif serangga diberikan periode makan akuisisi pada tanaman cabai sehat sebelum diberi periode makan inokulasi pada tanaman uji.
Penularan dengan Inokulasi Mekanis
Daun muda tanaman cabai rawit yang terinfeksi virus gemini dihancurkan dalam mortar, kemudian ditambahkan larutan penyangga potasium fosfat (0,1 M pH 8) yang mengandung 0,1% ß-merkaptoetanol dengan perbandingan daun dan larutan penyangga 1:5 (b/v). Setelah melalui penyaringan dengan menggunakan kain kasa, cairan perasan tanaman sakit tersebut dioleskan pada permukaan daun tanaman uji yang telah ditaburi serbuk Carborundum (600 mesh). Umur tanaman uji pada saat inokulasi adalah 2-3 minggu setelah tanam. Sebagai kontrol negatif daun tanaman uji diolesi dengan larutan penyangga kalium fosfat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala pada Tanaman cabai di Lapang
Hasil pengamatan lapangan pada beberapa lokasi di daerah Segunung, Cugenang, dan Baranangsiang menunjukkan serangan virus gemini dapat mencapai 100% terutama pada tanaman cabai besar dan cabai rawit. Gejala yang umum terlihat pada pertanaman cabai di Segunung adalah daun menjadi lebih kecil dibandingkan ukuran daun normal, warna daun menjadi kekuningan, dan tanaman mengalami pengerdilan. Tanaman cabai yang berada di daerah Baranangsiang dan Cugenang menunjukan gejala yang sedikit berbeda, yaitu berupa gejala mosaik kuning yang dimulai pada bagian pangkal daun kemudian menyebar ke seluruh luasan daun disertai terjadinya pelekukan tepi daun ke atas. Polston & Anderson (1997) menyatakan bahwa infeksi virus gemini dapat menghasilkan gejala yang sangat bervariasi tergantung pada strain virus, kultivar dan umur tanaman pada saat terinfeksi, serta kondisi lingkungan. Gejala yang berbeda antara tanaman cabai di Segunung dengan tanaman cabai di Baranangsiang dan Cugenang kemungkinan disebabkan oleh strain virus yang berbeda. Hidayat et al. (1999) melaporkan bahwa hasil pemotongan dengan menggunakan enzim restriksi terhadap DNA hasil amplifikasi dengan teknik PCR menunjukkan adanya perbedaan pola enzim restriksi antara virus asal cabai di Segunung dengan virus asal cabai di Baranangsiang dan Cugenang.
Penularan Virus
Tanaman yang diinokulasi secara mekanis dengan cairan perasan daun sakit tidak menunjukkan gejala sampai waktu 2 bulan setelah inokulasi. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain afinitas virus gemini pada jaringan floem tanaman inang dan stabilitas virus yang rendah bila berada dalam cairan perasan tanaman, de Uzcaregui & Lastra (1978) melaporkan bahwa kemampuan virus bertahan di dalam cairan perasan (longevity in vitro) sangat pendek. Tomato yellow mosaic geminivirus yang menginfeksi tomat hanya dapat bertahan tidak lebih dari 15 menit dalam cairan perasan. Adanya zat penghambat pada cairan perasan tanaman yang umumnya berupa senyawa polifenol juga dilaporkan dapat mempengaruhi keberhasilan penularan dengan cairan perasan (Couch & Fritz 1990). Pengujian penularan virus gemini dengan inokulasi mekanis sering dilakukan, tetapi penularan dengan metode ini hanya dapat menularkan beberapa jenis gemini saja, misalnya bean dwarf mosaic virus (Hidayat et al. 1993) dan chlorosis striate mosaic virus (Francki & Hatta 1980).
Penularan virus gemini asal cabai ini dapat terjadi secara efektif melalui penyambungan dan serangga vektornya, B. tabaci (Tabel 1 dan 2). Keberhasilan penularan baik melalui penyambungan maupun serangga vektor bervariasi tergantung pada jenis tanaman uji. Melalui penyambungan diperoleh persen infeksi tertinggi pada tanaman cabai besar (71,4 %) dengan masa inkubasi berkisar 20-29 hari (Tabel 1). Keberhasilan penularan melalui penyambungan sangat bergantung pada kompatibilitas antara jenis tanaman yang digunakan sebagai sumber inokulum (seion) dengan jenis tanaman uji (stock). Kompatibilitas antara tanaman dalam satu spesies akan lebih besar dibandingkan dengan antar spesies yang berbeda atau jenis yang berbeda. Umumnya virus gemini dapat ditularkan melalui penyambungan dengan cara melukai atau memotong sebagian batang tanaman sehat sampai ke bagian floem batang, sehingga bagian tanaman sakit yang disisipkan pada batang tersebut dengan mudah berhubungan dengan sel-sel pada sel floem (Bock 1982; Agrios 1997). Beberapa virus gemini seperti mungbean yellow mosaic virus (Honda et al. 1983), tomato leaf curl virus (Behjatnia et al. 1996) dan sweet potato leaf curl virus (Lotrakul et al. 1998) juga dilaporkan dapat ditularkan melalui penyambungan.
Tabel 1. Hasil inokulasi virus gemini isolât Segunung dari tanaman cabai rawit ke beberapa tanaman famili Solanaceae melalui penularan dengan penyambungan
Tanaman uji Persentase infeksi Masa inkubasi (hari)
Cabai rawit var. Cakra putih
Cabai besar var. Hot Chilli
Tomat apel var. Roma
Terung ungu panjang
Tembakau var. White burley 57,1
71,4
57,1
0,0
0,0 16-30
20-29
19-32
-
-
Tabel 2. Hasil inokulasi virus gemini isolât Segunung dari tanaman cabai rawit ke beberapa tanaman famili Solanaceae melalui penularan dengan serangga vector B. tabaci
Tanaman uji Persentase infeksi
Masa inkubasi (hari)
Cabai rawit var. Cakra putih
Cabai besar var. Hot Chilli
Tomat apel var. Roma
Terung ungu panjang
Tembakau var. White burley 70,0
80,0
50,0
0,0
0,0 10-15
10-14
11-15
-
-
Penularan melalui serangga vektor dapat dengan mudah dilakukan pada tanaman uji yang relatif muda (3 minggu setelah tanam) menggunakan 10 ekor B. tabaci per tanaman. Persentase infeksi yang tertinggi, yaitu 80%, diperoleh dari tanaman cabai besar sementara pada tanaman cabai rawit dan tomat, infeksi mencapai berturut-turut 70% dan 50% (Tabel 2). Masa inkubasi yang diperlukan virus untuk menimbulkan gejala relatif lebih singkat, yaitu sekitar 10-15 hari, apabila dibandingkan masa inkubasi pada penularan dengan penyambungan. Lotrakul et al. (1998) juga melaporkan bahwa masa inkubasi virus gemini dari hasil penularan oleh B. tabaci adalah 10-16 hari, lebih cepat dibandingkan hasil penularan dengan penyambungan. Keberhasilan penularan virus gemini melalui serangga vektor sangat ditentukan oleh jumlah serangga yang digunakan untuk inokulasi pada tanaman sehat.
Menurut Trisusilowati (1989),virus kerupuk tembakau dapat ditularkan hanya dengan satu ekor kutu kebul per tanaman uji. Penularan dengan serangga yang lebih banyak, yaitu 20-50 ekor per tanaman, dapat meningkatkan jumlah tanaman yang terinfeksi dan mempersingkat masa inkubasi virus. Selain jumlah serangga, Idris & Brown (1998) dan Mehta et al. (1994) melaporkan bahwa jumlah tanaman yang terinfeksi berkorelasi positif dengan lamanya periode makan akuisisi dan periode makan inokulasi serangga.
Gejala pada Tanaman Uji
Hasil penularan virus gemini pada beberapa jenis tanaman dalam famili Solanaceae seperti yang diuraikan di atas menunjukkan bahwa cabai besar, cabai rawit, dan tomat dapat menjadi inang virus gemini, tetapi tidak demikian untuk tanaman terung dan tembakau. Melalui teknik PCR berhasil dibuktikan bahwa gejala yang tampak berasosiasi dengan infeksi virus gemini, yaitu dengan teramplifikasinya fragmen DNA berukuran ~1,7 kb dari tanaman cabai besar, cabai rawit dan tomat (Gambar 1).
Gambar 1. Hasil amplifikasi DNA virus gemini dengan PCR.
Lajur 1: marker lkb; 2-tanaman sehat sebagai kontrol negatif; 3-hasil penularan pada tanaman cabai rawit; 4-hasil penularan pada tanaman tomat; 5-hasil penularan pada tanaman cabai besar; 6-hasil penularan pada tanaman terung; 7-hasil penularan pada tanaman tembakau; 8-kontrol positif (klon DNA pepper leaf curl virus Thailand)
Infeksi virus gemini pada ketiga tanaman tersebut menghasilkan gejala yang berbeda-beda. Tanaman cabai besar yang terinfeksi daunnya mengalami belang di sekitar tulang daun dengan munculnya warna kuning yang tidak merata. pada saat tanaman memasuki fase generatif warna kuning semakin meluas, daun mengecil, bunga mongering dan gugur sebelum waktunya. Gejala pada tanaman cabai rawit berupa mosaik kuning dengan permukaan daun yang tidak merata serta tepi daun melekuk ke atas. Sementara gejala pada tanaman tomat berupa pelekukan daun baik ke atas maupun ke bawah, kemudian daun akan mengecil dan kaku. Interaksi virus dengan tanaman inangnya dapat menyebabkan ekspresi gejala penyakit yang sangat bervariasi antara satu jenis tanaman dengan tanaman lainnya. Bean dwarf mosaic geminivirus (BDMV) misalnya, menyebabkan kekerdilan dan klorosis pada daun tanaman P. vulgaris yang terinfeksi tetapi menimbulkan gejala mosaik kuning pada daun Sida spp. (Morales et al. 1990). Sementara Wang et al. (1996) melaporkan bahwa tanaman Nicotiana benthamiana yang terinfeksi BDMV mengalami epinasti dan kerdil.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa virus gemini pada cabai asal Segunung tidak dapat ditularkan secara mekanis dengan cairan perasan tetapi dapat ditularkan melalui penyambungan dan serangga vektor B. tabaci ke tanaman cabai besar dan cabe rawit serta tomat, tetapi tidak berhasil ditularkan ke tanaman tembakau var. White Burley dan terung. Berdasarkan kisaran inang ini juga dapat disimpulkan bahwa virus gemini pada cabai berbeda dengan virus gemini penyebab penyakit kerupuk tembakau yang dapat menginfeksi tembakau var. White Burley (Trisusilowati 1989). Keberhasilan mendeteksi virus gemini melalui teknik PCR dengan menggunakan sepasang primer universal untuk virus gemini memberikan peluang untuk mendeteksi lebih banyak lagi virus gemini pada tanaman yang berbeda.
KESIMPULAN
Tanaman cabai di Indonesia sebagian besar terserang penyakit yang disebabkan oleh virus Gemini. Virus Gemini termasuk dalam kelompok virus tanaman dengan genom berukuran 2,6-2,8 kb yang berupa utas tunggal DNA yang melingkar dan terselubung dalam virion icosahedra kembar (geminate). Virus Gemini ditularkan hanya oleh vektor yaitu vektor kutu kebul (B. tabaci).
Gejala serangan dari virus ini yaitu helai daun mengalami “vein clearing”, dimulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung ke atas (cupping).
Virus Gemini dapat menginfeksi tanaman horti sepeti tomat dan cabe rawit, serta tanaman perkebunan seperti tembakau, dan tanaman lain yaitu gulma babadotan (Ageratum conyzoides) dan gulma bunga kancing (Gomphrena globosa).
Cara pencegahan dan pengendalian virus genimini antara lain:
• Melakukan upaya preventif dengan penggunaan benih tahan virus kuning,
• Menggunakan bibit tanaman yang sehat (tidak mengandung virus)
• Sanitasi lingkungan dilakukan sebersih dan serapi mungkin
• Pengaturan jarak tanam yang teratur dan tidak terlalu rapat
• Meningkatkan stamina tanaman
• Pemberian pagar pada tanaman dengan menggunakan tanaman kenikir atau jagung
• Pemberian perangkap dengan menggunakan botol yang sudah diberi hormon perangsang.
• Pengendalian hama terpadu dengan upaya pemanfaatan musuh alami
• Melakukan rotasi / pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus
• Tanaman terinfeksi dicabut dan dibakar atau dibuang pada tempat yang jauh dari pemukiman tanaman cabai.
Hasil penelitian membuktikan bahwa virus gemini pada cabai asal Segunung tidak dapat ditularkan secara mekanis dengan cairan perasan tetapi dapat ditularkan melalui penyambungan dan serangga vektor B. tabaci ke tanaman cabai besar dan cabe rawit serta tomat, tetapi tidak berhasil ditularkan ke tanaman tembakau var. White Burley dan terung.
bioteknologi
PENGERTIAN BIOTEKNOLOGI
Bioteknologi berasal dari istilah latin yaitu
Bio = hidup
Teknos = teknologi (penerapan)
Logos = ilmu
Secara harfiah, bioteknologi berarti ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip biologi.
Pengertian bioteknologi yang lebih lengkap adalah pemanfaatan prinsip-prinsip dan kerekayasaan terhadap organisme, sistem, atau proses biologis untuk menghasilkan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia.
ILMU-ILMU YANG DIGUNAKAN DALAM BIOTEKNOLOGI
Mikrobiologi
Mikrobiologi merupakan cabang biologi yang mempelajari mikroba atau jasad renik. Pengetahuan sifat-sifat dan struktur mikroba mendukung kemajuan bioteknologi. Misalnya mikroba berupa bakteri dapat tumbuh pada kisaran suhu tertentu. Oleh karenanya, bakteri dapat digolongkan sebagai psikrofil yang tumbuh pada suhu 0℃ hingga 30℃, mesofil yang tumbuh pada suhu 25℃ hingga 40℃, dan termofil yang tumbuh pada suhu 50℃ atau lebih. Pengetahuan mengenai bakteri ini dapat digunakan saat membuat yoghurt. Yoghurt dibuat dari susu yang difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus, pada suhu 40℃ selama 2,5 jam sampai 3,5 jam.
Biologi Sel
Biologi sel merupakan cabang biologi yang mempelajari sel. Pengetahuan mengenai sifat-sifat dan struktur sel akan mendukung aplikasi bioteknologi. Contohnya pengetahuan mengenai sifat totipotensi pada sel-sel tanaman bermanfaat untuk kultur jaringan. Totipotensi merupakan kemampuan sel-sel tanaman muda dan hidup untuk berdiferensiasi menjadi berbagai organ tanaman yang baru.
Genetika
Genetika merupakan cabang biologi yang mempelajari pewarisan sifat-sifat genetik makhluk hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pemahaman mengenai bentuk dan karakteristik materi pewarisan sifat yaitu DNA (gen) akan membantu percepatan kemajuan bioteknologi. Contoh dari penerapan ilmu genetika dalam bioteknologi adalah penemuan tanaman tomat yang tidak mudah rusak atu busuk, insulin manusia yang disintesis dari bakteri Escherichia coli.
Biokimia
Biokimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari dari aspek kimia. Biokimia menganggap hidup adalah kimia, gejala hidup adalah gejala kimia dan proses-proses hidup diselenggarakan atas dasar reaksi dan peristiwa kimia. Dengan biokimia ahli bioteknologi memperlakukan makhluk hidup sebagai bahan kimia yang dapat dipadukan dan direkayasa.
Selain mikrobiologi, biologi sel, dan biokimia ilmu-ilmu lain juga digunakan dalam bioteknologi. Contohnya virologi (ilmu mengenai virus), teknologi pangan, biologi pertanian, biologi kedokteran dan biologi kehutanan.
PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI
Bioteknologi dapat digolongkan menjadi bioteknologi konvensional/ tradisional dan modern.
Bioteknologi Konvensional
Bioteknologi konvensional merupakan bioteknologi yang memanfaatkan mikroorganisme untuk memproduksi alkohol, asam asetat, gula, atau bahan makanan, seperti tempe, tape, oncom, dan kecap. Mikroorganisme dapat mengubah bahan pangan. Proses yang dibantu mikroorganisme, misalnya dengan fermentasi, hasilnya antara lain tempe, tape, kecap, dan sebagainya termasuk keju dan yoghurt. Proses tersebut dianggap sebagai bioteknologi masa lalu. Ciri khas yang tampak pada bioteknologi konvensional, yaitu adanya penggunaan makhluk hidup secara langsung dan belum tahu adanya penggunaan enzim.
Aplikasi konvensional mencakup berbagai aspek pada kehidupan manusia, seperti aspek pangan, pertanian, peternakan, hingga kesehatan dan pengobatan.
1. Pengolahan Bahan Makanan
a.) Pengolahan Produk Susu
Susu dapat diolah menjadi bentuk-bentuk baru, seperti yoghurt, keju, dan mentega.
Yoghurt
Untuk membuat yoghurt, susu dipasteurisasi terlebih dahulu, selanjutnya sebagian besar lemak dibuang. Mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan yoghurt, yaitu Lactobacillus bulgaricusdan Streptococcus thermophillus. Kedua bakteri tersebut ditambahkan pada susu dengan jumlah yang seimbang, selanjutnya disimpan selama ± 5 jam pada temperatur 45℃. Selama penyimpanan tersebut pH akan turun menjadi 4,0 sebagai akibat dari kegiatan bakteri asam laktat. Selanjutnya susu didinginkan dan dapat diberi cita rasa.
Keju
Dalam pembuatan keju digunakan bakteri asam laktat, yaitu Lactobacillus dan Streptococcus. Bakteri tersebut berfungsi memfermentasikan laktosa dalam susu menjadi asam laktat. Proses pembuatan keju diawali dengan pemanasan susu dengan suhu 90℃ atau dipasteurisasi, kemudian didinginkan sampai 30℃. Selanjutnya bakteri asam laktat dicampurkan. Akibat dari kegiatan bakteri tersebut pH menurun dan susu terpisah menjadi cairan whey dan dadih padat, kemudian ditambahkan enzim rennin dari lambung sapi muda untuk mengumpulkan dadih. Enzim rennin dewasa ini telah digantikan dengan enzim buatan, yaitu klimosin. Dadih yang terbentuk selanjutnya dipanaskan pada temperature 32℃ – 420℃ dan ditambah garam, kemudian ditekan untuk membuang air dan disimpan agar matang. Adapun whey yang terbentuk diperas lalu digunakan untuk makanan sapi.
Mentega
Pembuatan mentega menggunakan mikroorganisme Streptococcus lactis dan Lectonostoceremoris. Bakteri-bakteri tersebut membentuk proses pengasaman. Selanjutnya, susu diberi cita rasa tertentu dan lemak mentega dipisahkan. Kemudian lemak mentega diaduk untuk menghasilkan mentega yang siap dimakan.
b.) Produk Makanan Nonsusu
Kecap
Dalam pembuatan kecap, jamur, Aspergillus oryzae dibiakkan pada kulit gandum terlebih dahulu. Jamur Aspergillus oryzae bersama-sama dengan bakteri asam laktat yang tumbuh pada kedelai yang telah dimasak menghancurkan campuran gandum. Setelah proses fermentasi karbohidrat berlangsung cukup lama akhirnya akan dihasilkan produk kecap.
Tempe
Tempe kadang-kadang dianggap sebagai bahan makanan masyarakat golongan menengah ke bawah, sehingga masyarakat merasa gengsi memasukkan tempe sebgai salah satu menu makanannya. Akan tetapi, setelah diketahui manfaatnya bagi kesehatan, tempe mulai banyak dicari dan digemari masyarakat dalam maupun luar negeri. Jenis tempe sebenarnya sangat beragam, bergantung pada bahan dasarnya, namun yang paling luas penyebarannya adalah tempe kedelai.
Tempe mempunyai nilai gizi yang baik. Di samping itu tempe mempunyai beberapa khasiat, seperti dapat mencegah dan mengendalikan diare, mempercepat proses penyembuhan duodenitis, memperlancar pencernaan, dapat menurunkan kadar kolesterol, dapat mengurangi toksisitas, meningkatkan vitalitas, mencegah anemia, menghambat ketuaan, serta mampu menghambat resiko jantung koroner, penyakit gula, dan kanker.
Untuk membuat tempe, selain diperlukan bahan dasar kedelai juga diperlukan ragi. Ragi merupakan kumpulan spora mikroorganisme, dalam hal ini kapang. Dalam proses pembuatan tempe paling sedikit diperlukan empat jenis kapang dari genus Rhizopus, yaitu Rhyzopus oligosporus, Rhyzopus stolonifer, Rhyzopus arrhizus, dan Rhyzopus oryzae. Miselium dari kapang tersebut akan mengikat keping-keping biji kedelai dan memfermentasikannya menjadi produk tempe. Proses fermentasi tersebut menyebabkan terjadinya perubahan kimia pada protein, lemak, dan karbohidrat. Perubahan tersebut meningkatkan kadar protein tempe sampai sembilan kali lipat.
Tape
Tape dibuat dari bahan dasar ketela pohon dengan menggunakan sel-sel ragi. Ragi menghasilkan enzim yang dapat mengubah zat tepung menjadi produk yang berupa gula dan alkohol. Masyarakat kita membuat tape tersebut berdasarkan pengalaman.
Bioteknologi Modern
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, para ahli telah mulai lagi mengembangkan bioteknologi dengan memanfaatkan prinsip-prinsip ilmiah melalui penelitian. Dalam bioteknologi modern orang berupaya dapat menghasilkan produk secara efektif dan efisien.
Dewasa ini, bioteknologi tidak hanya dimanfaatkan dalam industri makanan tetapi telah mencakup berbagai bidang, seperti rekayasa genetika, penanganan polusi, penciptaan sumber energi, dan sebagainya. Dengan adanya berbagai penelitian serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka bioteknologi makin besar manfaatnya untuk masa-masa yang akan datang.
Penerapan bioteknologi modern sebagai berikut.
Rekayasa Genetika
Rekayasa genetika merupakan suatu cara memanipulasikan gen untuk menghasilkan makhluk hidup baru dengan sifat yang diinginkan. Rekayasa genetika disebut juga pencangkokan gen atau rekombinasi DNA. Dalam rekayasa genetika digunakan DNA untuk menggabungkan sifat makhluk hidup. Hal itu karena DNA dari setiap makhluk hidup mempunyai struktur yang sama, sehingga dapat direkomendasikan. Selanjutnya DNA tersebut akan mengatur sifat-sifat makhluk hidup secara turun-temurun. Untuk mengubah DNA sel dapat dilakukan melalui banyak cara, misalnya melalui transplantasi inti, fusi sel, teknologi plasmid, dan rekombinasi DNA.
1) Transplantasi inti
Transplantasi inti adalah pemindahan inti dari suatu sel ke sel yang lain agar didapatkan individu baru dengan sifat sesuai dengan inti yang diterimanya. Transplantasi inti pernah dilakukan terhadap sel katak. Inti sel yang dipindahkan adalah inti dari sel-sel usus katak yang bersifat diploid. Inti sel tersebut dimasukkan ke dalam ovum tanpa inti, sehingga terbentuk ovum dengan inti diploid. Setelah diberi inti baru, ovum membelah secara mitosis berkali-kali sehingga terbentuklah morula yang berkembang menjadi blastula. Blastula tersebut selanjutnya dipotong-potong menjadi banyak sel dan diambil intinya. Kemudian inti-inti tersebut dimasukkan ke dalam ovum tanpa inti yang lain. Pada akhirnya terbentuk ovum berinti diploid dalam jumlah banyak. Masing-masing ovum akan berkembang menjadi individu baru dengan sifat dan jenis kelamin yang sama.
2) Fusi sel
Fusi sel adalah peleburan dua sel baik dari spesies yang sama maupun berbeda supaya terbentuk sel bastar atau hibridoma. Fusi sel diawali oleh pelebaran membran dua sel serta diikuti oleh peleburan sitoplasma (plasmogami) dan peleburan inti sel (kariogami). Manfaat fusi sel, antara lain untuk pemetaan kromosom, membuat antibodi monoklonal, dan membentuk spesies baru. Di dalam fusi sel diperlukan adanya:
a) sel sumber gen (sumber sifat ideal);
b) sel wadah (sel yang mampu membelah cepat);
c) fusigen (zat-zat yang mempercepat fusi sel).
3) Teknologi plasmid
Plasmid adalah lingkaran DNA kecil yang terdapat di dalam sel bakteri atau ragi di luar kromosomnya. Sifat-sifat plasmid, antara lain:
a) merupakan molekul DNA yang mengandung gen tertentu;
b) dapat beraplikasi diri;
c) dapat berpindah ke sel bakteri lain;
d) sifat plasmid pada keturunan bakteri sama dengan plasmid induk.
Karena sifat-sifat tersebut di atas plasmid digunakan sebagai vektor atau pemindah gen ke dalam sel target.
4) Rekombinasi DNA
Rekombinasi DNA adalah proses penggabungan DNA-DNA dari sumber yang berbeda. Tujuannya adalah untuk menyambungkan gen yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, rekombinasi DNA disebut juga rekombinasi gen. Rekombinasi DNA dapat dilakukan karena alasan-alasan sebagai berikut.
1) Struktur DNA setiap spesies makhluk hidup sama.
2) DNA dapat disambungkan
KAITAN BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG PERTANIAN
Dewasa ini perkembangan industri maju dengan pesat. Akibatnya, banyak lahan pertanian yang tergeser, lebih-lebih di daerah sekitar perkotaan. Di sisi lain kebutuhan akan hasil pertanian harus ditingkatkan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Untuk mendukung hal tersebut, dewasa ini telah dikembangkan bioteknologi di bidang pertanian. Beberapa penerapan bioteknologi pertanian sebagai berikut.
Pembuatan tumbuhan yang mampu mengikat nitrogen
Nitrogen (N2) merupakan unsur esensial dari protein DNA dan RNA. Pada tumbuhan polong-polongan sering ditemukan nodul pada akarnya. Di dalam nodul tersebut terdapat bakteri Rhizobium yang dapat mengikat nitrogen bebas dari udara, sehingga tumbuhan polong-polongan dapat mencukupi kebutuhan nitrogennya sendiri.
Dengan bioteknologi, para peneliti mencoba mengembangkan agar bakteri Rhizobium dapat hidup di dalam akar selain tumbuhan polong-polongan. Di samping, itu juga berupaya meningkatkan kemampuan bakteri dalam mengikat nitrogen dengan teknik rekombinasi gen. Kedua upaya di atas dilakukan untuk mengurangi atau meniadakan penggunaan pupuk nitrogen yang dewasa ini banyak digunakan di lahan pertanian dan menimbulkan efek samping yang merugikan.
Pembuatan tumbuhan tahan hama
Tanaman yang tahan hama dapat dibuat melalui rekayasa genetika dengan rekombinasi gen dan kultur sel. Contohnya, untuk mendapatkan tanaman kentang yang kebal penyakit maka diperlukan gen yang menentukan sifat kebal penyakit. Gen tersebut, kemudian disisipkan pada sel tanaman kentang. Sel tanaman kentang tersebut, kemudian ditumbuhkan menjadi tanaman kentang yang tahan penyakit. Selanjutnya tanaman kentang tersebut dapat diperbanyak dan disebarluaskan.
Penanaman secara hidroponik
Hidroponik berasal dari kata bahasa Yunani:
Hydro berarti air
Ponos berarti bekerja
Jadi, hidroponik artinya pengerjaan air atau bekerja dengan air. Dalam praktiknya hidroponik dilakukan dengan berbagai metode, tergantung media yang digunakan. Adapun metode yang digunakan dalam hidroponik, antara lain metode kultur air (menggunakan media air), metode kultur pasir (menggunakan media pasir), dan metode porus (menggunakan media kerikil, pecahan batu bata, dan lain-lain).
Metode yang tergolong berhasil dan mudah diterapkan adalah metode pasir. Pada umumnya orang bertanam dengan menggunakan tanah. Namun, dalam hidroponik tidak lagi digunakan tanah, hanya dibutuhkan air yang ditambah nutrien sebagai sumber makanan bagi tanaman. Apakah cukup dengan air dan nutrien? Bahan dasar yang dibutuhkan tanaman adalah air, mineral, cahaya, dan CO2. Cahaya telah terpenuhi oleh cahaya matahari. Demikian pula CO2 sudah cukup melimpah di udara. Sementara itu kebutuhan air dan mineral dapat diberikan dengan sistem hidroponik, artinya keberadaan tanah sebenarnya bukanlah hal yang utama.
Beberapa keuntungan bercocok tanam dengan hidroponik, antara lain tanaman dapat dibudidayakan di segala tempat; risiko kerusakan tanaman karena banjir, kurang air, dan erosi tidak ada; tidak perlu lahan yang terlalu luas; pertumbuhan tanaman lebih cepat; bebas dari hama; hasilnya berkualitas dan berkuantitas tinggi; hemat biaya perawatan.
Jenis tanaman yang telah banyak dihidroponikkan dari golongan tanaman hias antara lain Philodendron, Dracaena, Aglonema, dan Spatyphilum. Golongan sayuran yang dapat dihidroponikkan, antara lain tomat, paprika, mentimun, selada, sawi, kangkung, dan bayam. Adapun jenis tanaman buah yang dapat dihidroponikkan, antara lain jambu air, melon, kedondong bangkok, dan belimbing.
Penanaman secara aeroponik
Aeroponik berasal dari kata:
Aero berarti udara
Ponos berarti daya
Jadi, aeroponik adalah pemberdayaan udara. Sebenarnya aeroponik merupakan tipe hidroponik (memberdayakan air), karena air yang berisi larutan unsur hara disemburkan dalam bentuk kabut hingga mengenai akar tanaman. Akar tanaman yang ditanam menggantung akan menyerap larutan hara tersebut.
Prinsip dari aeroponik adalah sebagai berikut. Helaian styrofoam diberi lubang-lubang tanam dengan jarak 15 cm. Dengan menggunakan ganjal busa atau rockwool, anak semai sayuran ditancapkan pada lubang tanam. Akar tanaman akan menjuntai bebas ke bawah. Di bawah helaian styrofoam terdapat sprinkler (pengabut) yang memancarkan kabut larutan hara ke atas hingga mengenai akar.
Vaksin untuk tanaman.
Hasil panen lahan pertanian biasanya sangat rentan terserang penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh virus. Dengan adanya infeksi oleh berbagai macam virus, suatu tanaman akan terganggu pertumbuhannya, kualitasnya menurun, dan secara otomatis pasti akan menurunkan penghasilan para petani.Namun, sekarang para petani telah berhasil membuat alternatif dengan membuat pemberantas virus alami. Salah satu cara yang diterapkan yaitu dengan menyuntikan semacam vaksin ke dalam tubuh tanaman. Seperti halnya vaksin folio, vaksin ini mengandung strain virus yang telah dilemahkan. Vaksin ini kemudian membuat suatu tanaman kebal terhadap virus tertentu.
Namun, selain menggunakan metode suntikan, sekarang telah ditemukan cara untuk menghasilkan kekebalan dalam tubuh tanaman, yaitu dengan cara menyisipkan sebuah gen dari virus TMV (Tobacco Mosaik Virus) ke dalam tubuh tanaman tembakau. Kemudian gen ini menghasilkan protein seperti yang di temukan di permukaan tubuh virus TMV, dan kemudian dia bekerja sebagai imun TMV dalam tubuh tanaman tersebut. TMV mempunyai susunan tubuh yang terdiri atas protein sub unit sebagai mantel, dan untaian molekul RNA. Langkah pertama untuk melakukan proses penyisipan gen yaitu dengan cara mengkonversikan RNA dari mantel virus ke dalam cDNA sebuah bakteri yang bisa disisipi. Kemudian gen dari bakteri tersebut ditransfer ke agrobakter yang bertindak sebagai vector. Agrobakter mampu disisipi DNA tersebut karena dia mempunyai plasmid TI. Kemudian DNA agrobakter tersebut disisipkan ke dalam satu sel tanaman, dan sel tanaman tersebut ditumbuhkan dalam kultur yang sesuai. Setelah tumbuh besar tanaman tersebut diuji coba dengan virus (TMV) setelah melakukan percobaan tersebut ternyata tanaman yang telah disisipi gen agrobakter yang mengandung DNA virus akan kebal terhadap serangan TMV. Jadi tidak hanya bagian tubuh tertentu dari tanaman yang kebal terhadap virus, namun juga keseluruhan tubuh tanaman.
Pestisida secara genetika
Selama 35 tahun, beberapa petani telah menggunakan suatu bakteri sebagai pestisida, bakteri tersebut adalah Bacillus thruringiensis (Bt), yang telah diresmikan menjadi pestisida tanaman. Bakteri tersebut menghasilakn sebuah kristal protein yang membunuh serangga dan larvanya yang membahayakan tanaman. Cara yang dilakukan untuk menyebarkan bakteri tersebut pada lahan pertanian adalah dengan menyebarkan spora bakteri pada lahan pertanian, dengan demikian petani akan dapat menjaga tanamannya walaupun tidak menggunakan bahan-bahan kimia pembunuh serangga..
Dengan adanya bioteknologi, petani tidak hanya dapat menyebarkan bakteri pada lahan pertanian mereka, namun mereka juga dapat menyebarkan gen Bt ke lahan mereka. Tanaman yang mengandung gen racun Bt dapat membantu membunuh serangga . Dengan adanya bioteknologi tanaman, telah banyak tanaman yang mempunyai insektisida dari gen, seperti tanaman tomat, tembakau, jagung, dan kapas. Kenyataannya, sebagian besar biji kapas yang diproduksi sekarang mengandung gen racun Bt, yang sangat efektif melindungi tanaman kapas dari serangan serangga. Cara kerja dari gen racun tersebut adalah ketika serangga memakan daun kapas, dimana ketika mereka memakan daun kapas tersebut mereka akan mati terbunuh.
Bioteknologi berasal dari istilah latin yaitu
Bio = hidup
Teknos = teknologi (penerapan)
Logos = ilmu
Secara harfiah, bioteknologi berarti ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip biologi.
Pengertian bioteknologi yang lebih lengkap adalah pemanfaatan prinsip-prinsip dan kerekayasaan terhadap organisme, sistem, atau proses biologis untuk menghasilkan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia.
ILMU-ILMU YANG DIGUNAKAN DALAM BIOTEKNOLOGI
Mikrobiologi
Mikrobiologi merupakan cabang biologi yang mempelajari mikroba atau jasad renik. Pengetahuan sifat-sifat dan struktur mikroba mendukung kemajuan bioteknologi. Misalnya mikroba berupa bakteri dapat tumbuh pada kisaran suhu tertentu. Oleh karenanya, bakteri dapat digolongkan sebagai psikrofil yang tumbuh pada suhu 0℃ hingga 30℃, mesofil yang tumbuh pada suhu 25℃ hingga 40℃, dan termofil yang tumbuh pada suhu 50℃ atau lebih. Pengetahuan mengenai bakteri ini dapat digunakan saat membuat yoghurt. Yoghurt dibuat dari susu yang difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus, pada suhu 40℃ selama 2,5 jam sampai 3,5 jam.
Biologi Sel
Biologi sel merupakan cabang biologi yang mempelajari sel. Pengetahuan mengenai sifat-sifat dan struktur sel akan mendukung aplikasi bioteknologi. Contohnya pengetahuan mengenai sifat totipotensi pada sel-sel tanaman bermanfaat untuk kultur jaringan. Totipotensi merupakan kemampuan sel-sel tanaman muda dan hidup untuk berdiferensiasi menjadi berbagai organ tanaman yang baru.
Genetika
Genetika merupakan cabang biologi yang mempelajari pewarisan sifat-sifat genetik makhluk hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pemahaman mengenai bentuk dan karakteristik materi pewarisan sifat yaitu DNA (gen) akan membantu percepatan kemajuan bioteknologi. Contoh dari penerapan ilmu genetika dalam bioteknologi adalah penemuan tanaman tomat yang tidak mudah rusak atu busuk, insulin manusia yang disintesis dari bakteri Escherichia coli.
Biokimia
Biokimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari dari aspek kimia. Biokimia menganggap hidup adalah kimia, gejala hidup adalah gejala kimia dan proses-proses hidup diselenggarakan atas dasar reaksi dan peristiwa kimia. Dengan biokimia ahli bioteknologi memperlakukan makhluk hidup sebagai bahan kimia yang dapat dipadukan dan direkayasa.
Selain mikrobiologi, biologi sel, dan biokimia ilmu-ilmu lain juga digunakan dalam bioteknologi. Contohnya virologi (ilmu mengenai virus), teknologi pangan, biologi pertanian, biologi kedokteran dan biologi kehutanan.
PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI
Bioteknologi dapat digolongkan menjadi bioteknologi konvensional/ tradisional dan modern.
Bioteknologi Konvensional
Bioteknologi konvensional merupakan bioteknologi yang memanfaatkan mikroorganisme untuk memproduksi alkohol, asam asetat, gula, atau bahan makanan, seperti tempe, tape, oncom, dan kecap. Mikroorganisme dapat mengubah bahan pangan. Proses yang dibantu mikroorganisme, misalnya dengan fermentasi, hasilnya antara lain tempe, tape, kecap, dan sebagainya termasuk keju dan yoghurt. Proses tersebut dianggap sebagai bioteknologi masa lalu. Ciri khas yang tampak pada bioteknologi konvensional, yaitu adanya penggunaan makhluk hidup secara langsung dan belum tahu adanya penggunaan enzim.
Aplikasi konvensional mencakup berbagai aspek pada kehidupan manusia, seperti aspek pangan, pertanian, peternakan, hingga kesehatan dan pengobatan.
1. Pengolahan Bahan Makanan
a.) Pengolahan Produk Susu
Susu dapat diolah menjadi bentuk-bentuk baru, seperti yoghurt, keju, dan mentega.
Yoghurt
Untuk membuat yoghurt, susu dipasteurisasi terlebih dahulu, selanjutnya sebagian besar lemak dibuang. Mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan yoghurt, yaitu Lactobacillus bulgaricusdan Streptococcus thermophillus. Kedua bakteri tersebut ditambahkan pada susu dengan jumlah yang seimbang, selanjutnya disimpan selama ± 5 jam pada temperatur 45℃. Selama penyimpanan tersebut pH akan turun menjadi 4,0 sebagai akibat dari kegiatan bakteri asam laktat. Selanjutnya susu didinginkan dan dapat diberi cita rasa.
Keju
Dalam pembuatan keju digunakan bakteri asam laktat, yaitu Lactobacillus dan Streptococcus. Bakteri tersebut berfungsi memfermentasikan laktosa dalam susu menjadi asam laktat. Proses pembuatan keju diawali dengan pemanasan susu dengan suhu 90℃ atau dipasteurisasi, kemudian didinginkan sampai 30℃. Selanjutnya bakteri asam laktat dicampurkan. Akibat dari kegiatan bakteri tersebut pH menurun dan susu terpisah menjadi cairan whey dan dadih padat, kemudian ditambahkan enzim rennin dari lambung sapi muda untuk mengumpulkan dadih. Enzim rennin dewasa ini telah digantikan dengan enzim buatan, yaitu klimosin. Dadih yang terbentuk selanjutnya dipanaskan pada temperature 32℃ – 420℃ dan ditambah garam, kemudian ditekan untuk membuang air dan disimpan agar matang. Adapun whey yang terbentuk diperas lalu digunakan untuk makanan sapi.
Mentega
Pembuatan mentega menggunakan mikroorganisme Streptococcus lactis dan Lectonostoceremoris. Bakteri-bakteri tersebut membentuk proses pengasaman. Selanjutnya, susu diberi cita rasa tertentu dan lemak mentega dipisahkan. Kemudian lemak mentega diaduk untuk menghasilkan mentega yang siap dimakan.
b.) Produk Makanan Nonsusu
Kecap
Dalam pembuatan kecap, jamur, Aspergillus oryzae dibiakkan pada kulit gandum terlebih dahulu. Jamur Aspergillus oryzae bersama-sama dengan bakteri asam laktat yang tumbuh pada kedelai yang telah dimasak menghancurkan campuran gandum. Setelah proses fermentasi karbohidrat berlangsung cukup lama akhirnya akan dihasilkan produk kecap.
Tempe
Tempe kadang-kadang dianggap sebagai bahan makanan masyarakat golongan menengah ke bawah, sehingga masyarakat merasa gengsi memasukkan tempe sebgai salah satu menu makanannya. Akan tetapi, setelah diketahui manfaatnya bagi kesehatan, tempe mulai banyak dicari dan digemari masyarakat dalam maupun luar negeri. Jenis tempe sebenarnya sangat beragam, bergantung pada bahan dasarnya, namun yang paling luas penyebarannya adalah tempe kedelai.
Tempe mempunyai nilai gizi yang baik. Di samping itu tempe mempunyai beberapa khasiat, seperti dapat mencegah dan mengendalikan diare, mempercepat proses penyembuhan duodenitis, memperlancar pencernaan, dapat menurunkan kadar kolesterol, dapat mengurangi toksisitas, meningkatkan vitalitas, mencegah anemia, menghambat ketuaan, serta mampu menghambat resiko jantung koroner, penyakit gula, dan kanker.
Untuk membuat tempe, selain diperlukan bahan dasar kedelai juga diperlukan ragi. Ragi merupakan kumpulan spora mikroorganisme, dalam hal ini kapang. Dalam proses pembuatan tempe paling sedikit diperlukan empat jenis kapang dari genus Rhizopus, yaitu Rhyzopus oligosporus, Rhyzopus stolonifer, Rhyzopus arrhizus, dan Rhyzopus oryzae. Miselium dari kapang tersebut akan mengikat keping-keping biji kedelai dan memfermentasikannya menjadi produk tempe. Proses fermentasi tersebut menyebabkan terjadinya perubahan kimia pada protein, lemak, dan karbohidrat. Perubahan tersebut meningkatkan kadar protein tempe sampai sembilan kali lipat.
Tape
Tape dibuat dari bahan dasar ketela pohon dengan menggunakan sel-sel ragi. Ragi menghasilkan enzim yang dapat mengubah zat tepung menjadi produk yang berupa gula dan alkohol. Masyarakat kita membuat tape tersebut berdasarkan pengalaman.
Bioteknologi Modern
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, para ahli telah mulai lagi mengembangkan bioteknologi dengan memanfaatkan prinsip-prinsip ilmiah melalui penelitian. Dalam bioteknologi modern orang berupaya dapat menghasilkan produk secara efektif dan efisien.
Dewasa ini, bioteknologi tidak hanya dimanfaatkan dalam industri makanan tetapi telah mencakup berbagai bidang, seperti rekayasa genetika, penanganan polusi, penciptaan sumber energi, dan sebagainya. Dengan adanya berbagai penelitian serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka bioteknologi makin besar manfaatnya untuk masa-masa yang akan datang.
Penerapan bioteknologi modern sebagai berikut.
Rekayasa Genetika
Rekayasa genetika merupakan suatu cara memanipulasikan gen untuk menghasilkan makhluk hidup baru dengan sifat yang diinginkan. Rekayasa genetika disebut juga pencangkokan gen atau rekombinasi DNA. Dalam rekayasa genetika digunakan DNA untuk menggabungkan sifat makhluk hidup. Hal itu karena DNA dari setiap makhluk hidup mempunyai struktur yang sama, sehingga dapat direkomendasikan. Selanjutnya DNA tersebut akan mengatur sifat-sifat makhluk hidup secara turun-temurun. Untuk mengubah DNA sel dapat dilakukan melalui banyak cara, misalnya melalui transplantasi inti, fusi sel, teknologi plasmid, dan rekombinasi DNA.
1) Transplantasi inti
Transplantasi inti adalah pemindahan inti dari suatu sel ke sel yang lain agar didapatkan individu baru dengan sifat sesuai dengan inti yang diterimanya. Transplantasi inti pernah dilakukan terhadap sel katak. Inti sel yang dipindahkan adalah inti dari sel-sel usus katak yang bersifat diploid. Inti sel tersebut dimasukkan ke dalam ovum tanpa inti, sehingga terbentuk ovum dengan inti diploid. Setelah diberi inti baru, ovum membelah secara mitosis berkali-kali sehingga terbentuklah morula yang berkembang menjadi blastula. Blastula tersebut selanjutnya dipotong-potong menjadi banyak sel dan diambil intinya. Kemudian inti-inti tersebut dimasukkan ke dalam ovum tanpa inti yang lain. Pada akhirnya terbentuk ovum berinti diploid dalam jumlah banyak. Masing-masing ovum akan berkembang menjadi individu baru dengan sifat dan jenis kelamin yang sama.
2) Fusi sel
Fusi sel adalah peleburan dua sel baik dari spesies yang sama maupun berbeda supaya terbentuk sel bastar atau hibridoma. Fusi sel diawali oleh pelebaran membran dua sel serta diikuti oleh peleburan sitoplasma (plasmogami) dan peleburan inti sel (kariogami). Manfaat fusi sel, antara lain untuk pemetaan kromosom, membuat antibodi monoklonal, dan membentuk spesies baru. Di dalam fusi sel diperlukan adanya:
a) sel sumber gen (sumber sifat ideal);
b) sel wadah (sel yang mampu membelah cepat);
c) fusigen (zat-zat yang mempercepat fusi sel).
3) Teknologi plasmid
Plasmid adalah lingkaran DNA kecil yang terdapat di dalam sel bakteri atau ragi di luar kromosomnya. Sifat-sifat plasmid, antara lain:
a) merupakan molekul DNA yang mengandung gen tertentu;
b) dapat beraplikasi diri;
c) dapat berpindah ke sel bakteri lain;
d) sifat plasmid pada keturunan bakteri sama dengan plasmid induk.
Karena sifat-sifat tersebut di atas plasmid digunakan sebagai vektor atau pemindah gen ke dalam sel target.
4) Rekombinasi DNA
Rekombinasi DNA adalah proses penggabungan DNA-DNA dari sumber yang berbeda. Tujuannya adalah untuk menyambungkan gen yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, rekombinasi DNA disebut juga rekombinasi gen. Rekombinasi DNA dapat dilakukan karena alasan-alasan sebagai berikut.
1) Struktur DNA setiap spesies makhluk hidup sama.
2) DNA dapat disambungkan
KAITAN BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG PERTANIAN
Dewasa ini perkembangan industri maju dengan pesat. Akibatnya, banyak lahan pertanian yang tergeser, lebih-lebih di daerah sekitar perkotaan. Di sisi lain kebutuhan akan hasil pertanian harus ditingkatkan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Untuk mendukung hal tersebut, dewasa ini telah dikembangkan bioteknologi di bidang pertanian. Beberapa penerapan bioteknologi pertanian sebagai berikut.
Pembuatan tumbuhan yang mampu mengikat nitrogen
Nitrogen (N2) merupakan unsur esensial dari protein DNA dan RNA. Pada tumbuhan polong-polongan sering ditemukan nodul pada akarnya. Di dalam nodul tersebut terdapat bakteri Rhizobium yang dapat mengikat nitrogen bebas dari udara, sehingga tumbuhan polong-polongan dapat mencukupi kebutuhan nitrogennya sendiri.
Dengan bioteknologi, para peneliti mencoba mengembangkan agar bakteri Rhizobium dapat hidup di dalam akar selain tumbuhan polong-polongan. Di samping, itu juga berupaya meningkatkan kemampuan bakteri dalam mengikat nitrogen dengan teknik rekombinasi gen. Kedua upaya di atas dilakukan untuk mengurangi atau meniadakan penggunaan pupuk nitrogen yang dewasa ini banyak digunakan di lahan pertanian dan menimbulkan efek samping yang merugikan.
Pembuatan tumbuhan tahan hama
Tanaman yang tahan hama dapat dibuat melalui rekayasa genetika dengan rekombinasi gen dan kultur sel. Contohnya, untuk mendapatkan tanaman kentang yang kebal penyakit maka diperlukan gen yang menentukan sifat kebal penyakit. Gen tersebut, kemudian disisipkan pada sel tanaman kentang. Sel tanaman kentang tersebut, kemudian ditumbuhkan menjadi tanaman kentang yang tahan penyakit. Selanjutnya tanaman kentang tersebut dapat diperbanyak dan disebarluaskan.
Penanaman secara hidroponik
Hidroponik berasal dari kata bahasa Yunani:
Hydro berarti air
Ponos berarti bekerja
Jadi, hidroponik artinya pengerjaan air atau bekerja dengan air. Dalam praktiknya hidroponik dilakukan dengan berbagai metode, tergantung media yang digunakan. Adapun metode yang digunakan dalam hidroponik, antara lain metode kultur air (menggunakan media air), metode kultur pasir (menggunakan media pasir), dan metode porus (menggunakan media kerikil, pecahan batu bata, dan lain-lain).
Metode yang tergolong berhasil dan mudah diterapkan adalah metode pasir. Pada umumnya orang bertanam dengan menggunakan tanah. Namun, dalam hidroponik tidak lagi digunakan tanah, hanya dibutuhkan air yang ditambah nutrien sebagai sumber makanan bagi tanaman. Apakah cukup dengan air dan nutrien? Bahan dasar yang dibutuhkan tanaman adalah air, mineral, cahaya, dan CO2. Cahaya telah terpenuhi oleh cahaya matahari. Demikian pula CO2 sudah cukup melimpah di udara. Sementara itu kebutuhan air dan mineral dapat diberikan dengan sistem hidroponik, artinya keberadaan tanah sebenarnya bukanlah hal yang utama.
Beberapa keuntungan bercocok tanam dengan hidroponik, antara lain tanaman dapat dibudidayakan di segala tempat; risiko kerusakan tanaman karena banjir, kurang air, dan erosi tidak ada; tidak perlu lahan yang terlalu luas; pertumbuhan tanaman lebih cepat; bebas dari hama; hasilnya berkualitas dan berkuantitas tinggi; hemat biaya perawatan.
Jenis tanaman yang telah banyak dihidroponikkan dari golongan tanaman hias antara lain Philodendron, Dracaena, Aglonema, dan Spatyphilum. Golongan sayuran yang dapat dihidroponikkan, antara lain tomat, paprika, mentimun, selada, sawi, kangkung, dan bayam. Adapun jenis tanaman buah yang dapat dihidroponikkan, antara lain jambu air, melon, kedondong bangkok, dan belimbing.
Penanaman secara aeroponik
Aeroponik berasal dari kata:
Aero berarti udara
Ponos berarti daya
Jadi, aeroponik adalah pemberdayaan udara. Sebenarnya aeroponik merupakan tipe hidroponik (memberdayakan air), karena air yang berisi larutan unsur hara disemburkan dalam bentuk kabut hingga mengenai akar tanaman. Akar tanaman yang ditanam menggantung akan menyerap larutan hara tersebut.
Prinsip dari aeroponik adalah sebagai berikut. Helaian styrofoam diberi lubang-lubang tanam dengan jarak 15 cm. Dengan menggunakan ganjal busa atau rockwool, anak semai sayuran ditancapkan pada lubang tanam. Akar tanaman akan menjuntai bebas ke bawah. Di bawah helaian styrofoam terdapat sprinkler (pengabut) yang memancarkan kabut larutan hara ke atas hingga mengenai akar.
Vaksin untuk tanaman.
Hasil panen lahan pertanian biasanya sangat rentan terserang penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh virus. Dengan adanya infeksi oleh berbagai macam virus, suatu tanaman akan terganggu pertumbuhannya, kualitasnya menurun, dan secara otomatis pasti akan menurunkan penghasilan para petani.Namun, sekarang para petani telah berhasil membuat alternatif dengan membuat pemberantas virus alami. Salah satu cara yang diterapkan yaitu dengan menyuntikan semacam vaksin ke dalam tubuh tanaman. Seperti halnya vaksin folio, vaksin ini mengandung strain virus yang telah dilemahkan. Vaksin ini kemudian membuat suatu tanaman kebal terhadap virus tertentu.
Namun, selain menggunakan metode suntikan, sekarang telah ditemukan cara untuk menghasilkan kekebalan dalam tubuh tanaman, yaitu dengan cara menyisipkan sebuah gen dari virus TMV (Tobacco Mosaik Virus) ke dalam tubuh tanaman tembakau. Kemudian gen ini menghasilkan protein seperti yang di temukan di permukaan tubuh virus TMV, dan kemudian dia bekerja sebagai imun TMV dalam tubuh tanaman tersebut. TMV mempunyai susunan tubuh yang terdiri atas protein sub unit sebagai mantel, dan untaian molekul RNA. Langkah pertama untuk melakukan proses penyisipan gen yaitu dengan cara mengkonversikan RNA dari mantel virus ke dalam cDNA sebuah bakteri yang bisa disisipi. Kemudian gen dari bakteri tersebut ditransfer ke agrobakter yang bertindak sebagai vector. Agrobakter mampu disisipi DNA tersebut karena dia mempunyai plasmid TI. Kemudian DNA agrobakter tersebut disisipkan ke dalam satu sel tanaman, dan sel tanaman tersebut ditumbuhkan dalam kultur yang sesuai. Setelah tumbuh besar tanaman tersebut diuji coba dengan virus (TMV) setelah melakukan percobaan tersebut ternyata tanaman yang telah disisipi gen agrobakter yang mengandung DNA virus akan kebal terhadap serangan TMV. Jadi tidak hanya bagian tubuh tertentu dari tanaman yang kebal terhadap virus, namun juga keseluruhan tubuh tanaman.
Pestisida secara genetika
Selama 35 tahun, beberapa petani telah menggunakan suatu bakteri sebagai pestisida, bakteri tersebut adalah Bacillus thruringiensis (Bt), yang telah diresmikan menjadi pestisida tanaman. Bakteri tersebut menghasilakn sebuah kristal protein yang membunuh serangga dan larvanya yang membahayakan tanaman. Cara yang dilakukan untuk menyebarkan bakteri tersebut pada lahan pertanian adalah dengan menyebarkan spora bakteri pada lahan pertanian, dengan demikian petani akan dapat menjaga tanamannya walaupun tidak menggunakan bahan-bahan kimia pembunuh serangga..
Dengan adanya bioteknologi, petani tidak hanya dapat menyebarkan bakteri pada lahan pertanian mereka, namun mereka juga dapat menyebarkan gen Bt ke lahan mereka. Tanaman yang mengandung gen racun Bt dapat membantu membunuh serangga . Dengan adanya bioteknologi tanaman, telah banyak tanaman yang mempunyai insektisida dari gen, seperti tanaman tomat, tembakau, jagung, dan kapas. Kenyataannya, sebagian besar biji kapas yang diproduksi sekarang mengandung gen racun Bt, yang sangat efektif melindungi tanaman kapas dari serangan serangga. Cara kerja dari gen racun tersebut adalah ketika serangga memakan daun kapas, dimana ketika mereka memakan daun kapas tersebut mereka akan mati terbunuh.
Langganan:
Postingan (Atom)